Peningkatan Kasus Perceraian saat Covid-19 (Langkah Hukum Menghadapi Perceraian di Bukittinggi)


Peningkatan Kasus Perceraian saat Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) [Langkah Hukum Menghadapi Perceraian di Bukittinggi]

Oleh: Riyan Permana Putra, S.H., M.H. 

Berdasarkan data online dari Pengadilan Agama Bukittinggi, jumlah perkara yang diterima dari tahun 2018 hingga 2019 mengalami peningkatan. Pada Desember tahun 2018 tecatat sebanyak 129 perkara yang masuk. Jumlah ini kemudian meningkat di Desember tahun 2019 dengan jumlah 164 kasus. Perkara paling dominan yang diterima Pengadilan Agama Bukittinggi adalah perkara cerai gugat. Ternyata menjalani karantina wilayah dan tetap berada di rumah bagi sebagian orang akan mempererat kebersamaan dalam keluarga. Namun, bagi sebagian lainnya, hal itu justru memperuncing perbedaan dan meningkatkan konflik. Pembatasan kehidupan sosial selama berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan, dalam kondisi tertentu, memang dapat menghadirkan ketidakpastian, pemisahan, dan ketakutan bagi banyak individu, pasangan, dan keluarga. 

Dalam kondisi itu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terjadi dan perceraian yang menghancurkan keluarga berlangsung. Perempuan dan anak-anak pun merupakan kelompok yang paling rentan menjadi korban. Ironisnya, dalam beberapa hari terakhir ini insiden domestik semacam itu justru meningkat saat dunia dilanda pandemi covid-19.

Menurut data WHO, banyak negara melaporkan terjadi peningkatan kasus KDRT di masa pandemi, antara lain Inggris, Prancis, Spanyol, dan Jepang. Di Spanyol, KDRT pada April 2020 meningkat 60% ketimbang April 2019. Dibandingkan dengan Maret 2020, kasus KDRT juga naik 38%. Di Inggris, panggilan pada saluran laporan KDRT meningkat 49% pada awal April 2020 jika dibandingkan dengan April 2019.

Di Prancis, laporan KDRT pada Federasi Nasional untuk Solidaritas Perempuan naik 2-3 kali lipat sejak negara ini memberlakukan karantina wilayah atau lockdown. Badan Kependudukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFPA) pun memperkirakan akan ada 31 juta kasus kekerasan domestik di dunia jika penutupan wilayah berlangsung hingga 6 bulan. UNFPA memprediksi munculnya 15 juta kekerasan berbasis gender dalam setiap perpanjangan penutupan wilayah selama 3 bulan.

Di Indonesia, kecenderungan yang sama juga berlangsung. Menurut hasil survei daring Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) terhadap lebih dari 20.000 keluarga, 95% keluarga dilaporkan stres akibat pandemi dan pembatasan sosial. Hal itu terjadi pada April-Mei 2020. Data Komnas Perempuan selama wabah hingga 17 April, pengaduan kekerasan pada perempuan via surat elektronik sebanyak 204 kasus. Ada pula 268 pengaduan via telepon dan 62 via surat.

Selain KDRT, keharusan menjalankan karantina juga meninggikan kecenderungan terjadinya perceraian. Di Tiongkok, permohonan perceraian pun meningkat di provinsi Sichuan dan Shanxi. Pemkot Dazhao di Sichuan, misalnya, menerima 100 permohonan cerai, akhir Maret 2020.  Begitulah gambaran lain dari pandemi. Di luar angka infeksi dan kematian yang kian melonjak, stres dan kecemasan juga menerpa sebagai dampak tidak langsung. Konsekuensinya, alih-alih hanya mengatasi dampak langsung, pemerintah harus pula memitigasi dampak tak langsung yang menerpa individu dan keluarga. Momentum untuk itu juga tepat. Apalagi, 15 Mei kemarin ialah Hari Keluarga Internasional.

Karena itu, pelindungan atas korban KDRT dan perceraian, utamanya perempuan dan anak-anak, harus diperhatikan pemerintah. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak memang telah menyusun protokol pelindungan perempuan dan anak. Eloknya, sosialisasi protokol pelindungan perempuan dan anak juga digencarkan di masa pandemi. Jangan biarkan pelindungan terhadap perempuan dan anak sebatas teks tanpa implementasi. Dengan begitu, kita tak membiarkan dampak buruk covid-19  bertambah dan menjadi jauh lebih buruk lagi di dalam keluarga.

Langkah Hukum Menghadapi Perceraian di Bukittinggi

Lalu bagaimanakah langkah hukum menghadapi perceraian di Bukittinggi. Bagi masyarakat yang akan mengajukan cerai talak, langkah yang harus dilakukan Pemohon (suami/kuasanya) adalah:
 1. - Mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah (pasal 118 HIR 142 Rbg jo pasal 66 UU nomor 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).
     - Pemohon dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah tentang tata cara membuat surat permohonan (pasal 119 HIR 143 Rbg jo pasal 58 UU nomor 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).
2. Surat permohonan dapat dirubah sepanjang tidak mengubah posita dan petitum. Jika Termohon telah menjawab surat permohonan tersebut harus atas persetujuan Termohon.
3. Permohonan tersebut diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah:
 - Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Termohon (pasal 66 ayat (2) UU no 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).
 - Bila Termohon meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin Pemohon, maka permohonan harus diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon (pasal 66 ayat (2) UU no 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).
 - Bila Termohon berkediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon (pasal 66 ayat (3) UU no 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).
 - Bila Pemohon dan Termohon bertempat kediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkan pernikahan atau kepada Pengadilan Agama (pasal 66 ayat (4) UU no 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).
4. Permohonan tersebut memuat :
- Nama, umur, pekerjaan, agama, dan tempat kediaman Pemohon dan Termohon.
Posita (fakta kejadian dan fakta hukum).
Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita).
5. Permohonan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama, dapat diajukan bersama-sama dengan permohonan cerai talak atau sesudah ikrar talak diucapkan (pasal 66 ayat (5) UU no 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).
6. Membayar biaya perkara (pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) Rbg jo pasal 89 UU no 7 tahun 1989). Bagi yang tidak mampu, dapat berperkara secara cuma-cuma/prodeo (pasal 237 HIR, 273 Rbg).

Dan jika ingin mengajukan cerai gugat, langkah yang harus dilakukan Penggugat (istri/kuasanya) :
1.  - Mengajukan gugatan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah (pasal 118 HIR 142 Rbg jo pasal 73 UU nomor 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).
     - Penggugat dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada Pengadilan Agama/Mahkamah  Syariah tentang tata cara membuat surat gugatan (pasal 118 HIR 142 Rbg jo pasal 58 UU nomor 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).
     - Surat gugatan dapat dirubah sepanjang tidak mengubah posita dan petitum. Jika Tergugat telah menjawab surat gugatan tersebut harus atas persetujuan Tergugat.
2. Gugatan tersebut diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah :
 - Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat (pasal 73 ayat (1) UU no 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).
 - Bila Penggugat meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin Tergugat, maka gugatan harus diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat (pasal 32 ayat (2) UU no 1 tahun 1974 jo pasal 73 ayat (1) UU no 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).
 - Bila Penggugat berkediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat (pasal 73 ayat (2) UU no 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).
 - Bila Penggugat dan Tergugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkan pernikahan atau kepada Pengadilan Agama (pasal 73 ayat (3) UU no 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).
3. Gugatan tersebut memuat :
- Nama, umur, pekerjaan, agama, dan tempat kediaman Penggugat dan Tergugat.
Posita (fakta kejadian dan fakta hukum).
Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita).
4. Gugatan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama, dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan atau sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap (pasal 66 ayat (5) UU no 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).
5. Membayar biaya perkara (pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) Rbg jo pasal 89 UU no 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006. Bagi yang tidak mampu, dapat berperkara secara cuma-cuma/prodeo (pasal 237 HIR, 273 Rbg).
6. Penggugat dan Tergugat atau kuasanya menghadiri persidangan berdasarkan panggilan Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah.

Gugatan / Permohonan Mandiri

Kabar baik masyarakat yang ingin mengajukan perkara di Pengadilan Agama Bukittinggi dapat pula mengajukan gugatan atau permohonan mandiri, memalui aplikasi dari Pengadilan Agama Bukittinggi yang dapat diakses melalui http://gugatanmandiri.badilag.net/gugatan_mandiri/
Dalam mengajukan gugatan/permohonan mandiri Penggugat/Pemohon membuat sendiri surat gugatan/permohonan secara elektronik; contoh blangko/konsep  gugatan/permohonan telah tersedia. 

Aplikasi gugatan/permohonan mandiri ini hanya bersifat membantu dalam pembuatan surat gugatan, tidak ada jaminan jika menggunakan aplikasi ini gugatan anda dapat dikabulkan, karena masalah dikabulkan atau tidak tergantung dalam proses persidangan nantinya. Ketika anda menggunakan aplikasi gugatan/permohonan mandiri ini, Peradilan Agama Bukittinggi tidak bertanggung jawab atas segala sesuatu hal yang terjadi, Peradilan Agama Bukittinggi hanya bersifat membantu menyediakan contoh format surat gugatan, isi gugatan diluar tanggung jawab Peradilan Agama Bukittinggi. 

Maka tetap diperlukan adanya pengaju gugatan/permohonan berkonsultasi dengan Pusat Bantuan Hukum (Posbakum) Pengadilan Agama Bukittinggi dan atau advokat / pengacara yang ada di Bukittinggi.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kota Bukittinggi Riyan Permana Putra, S.H., M.H. ajak Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia Bergabung menjadi Anggota Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI)

Lahirnya Tokoh Muda Penuh Integritas dan Idealisme di Kota Bukittinggi

Dr (cand). Riyan Permana Putra, S.H., M.H., Dipercaya menjadi Pengurus DPD Bapera Sumatera Barat

Riyan Ketua PPKHI Bukittinggi Tanggapi Keinginan PSI Sumatera Barat yang Ingin Menjadi Oposisi di Sumatera Barat. Seharusnya Pola Hubungan Kerja Antara Partai Politik di DPRD dengan Pemerintah Daerah dalam Fatsun Demokrasi Indonesia adalah Sejajar, Seirama, dan Selaras

FPII Korwil Bukittinggi - Agam Gelar Buka Bersama dan Konsolidasi

Ketua PPKHI Bukittinggi Ucapkan Selamat Ulang Tahun ke-4 kepada LAKATAS dan Ungkap Peran Penting LAKATAS sebagai Civil Society

Salah Satu Dugaan Epicentrum Masalah Proyek di Jalan Perintis Kemerdekaan Bukittinggi

Perlunya Penguatan Alutista Maritim Pasca Tenggelamnya Kapal Selam Nanggala 402

Riyan Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kota Bukittinggi Tanggapi Penurunan Stok Darah di Kota Bukittinggi dan Tegaskan Ketersediaan Darah Tanggung Jawab Pemerintah Daerah

Pandemi Marakkan Lagi Pinjaman Online, LBH Bukittinggi Buka Posko Pengaduan Korban Pinjaman Online