Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2019

Sekilas Kebebasan Berpendapat

-Kebebasan berpendapat diatur dalam Universal Declaration of Human Rights pada pasal 19 yang berbunyi “Everyone has the right to freedom of opinion and expression, this right includes freedom to hold opinions without interference and to seek, receive and impart information and ideas through any media and regardless of frontier (setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat dengan tidak mendapat gangguan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan dan pendapat dengan cara apapun juga dengan tidak memandang batas-batas). -Seseorang yang mengemukakan pendapatnya atau mengeluarkan gagasannya dijamin secara konstitusional. Undang-Undang Dasar 1945 memberikan jaminan (constitutional guarantee) dalam perlindungan (to protect), penghormatan (to respect), dan pemenuhan (to fulfil) terhadap kemerdekaan mengemukakan pendapat. Dalam Pasal 28 UUD 1945 dinyatakan secara tegas bahwa “kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan

Revisi Aturan Ketenagakerjaan

-Revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13/2003 menjadi penting, terutama karena sudah banyak pasal-pasal dalam undang-undang yang digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Asosiasi pengusaha dan serikat pekerja/buruh sudah mengajukan usulan perubahan karena masing-masing merasa tidak cukup terlindungi dengan undang-undang ini. Kementerian Ketenagakerjaan juga sedang melakukan kajian untuk merevisi UU Nomor 13/2003. -Saat ini ada dua model perjanjian kerja dalam UU Nomor 13/2003, perjanjian kerja waktu tertentu dan perjanjian kerja waktu tidak tertentu. Pengusaha cenderung ingin menggunakan perjanjian kerja waktu tertentu karena lebih fleksibel bagi usaha mereka dan tidak ada kewajiban membayar pesangon ketika perjanjian kerja berakhir. Akan tetapi, pekerja menginginkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang lebih memberikan jaminan jangka panjang dan dapat menikmati uang pesangon apabila ada pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh pengusaha. -Undang-undang lain yang terkait yaitu U

Sekilas tentang Politik Uang

-Budaya harus bayar tampak telah melanda semua sendi kehidupan berbangsa dan bernegara ( Umar Kayam, 19 99), sehingga suara rakyat pun harus dibayar.  Politik uang sudah ada sebelum merdeka,  politik uang selalu menyertai pemilihan kepala desa (pilkades) di Jawa sejak masa sebelum merdeka (Djaja Sapija, 1944).  -Pada titik ini, rakyat selalu menyukai politik uang karena kondisinya masih miskin. Padahal, jumlah rakyat miskin di negeri ini masih sangat besar.  Yang lebih parah, jumlah rakyat yang bermental miskin, meskipun sebetulnya sudah cukup makmur, yang tetap menyukai money politics juga masih besar -Politik uang dan korupsi selalu berkelindan dan tak akan bisa terpisahkan.  -Komitmen kesepakatan menolak politik uang sering dianggap hanya sebatas seremonial bersifat formalitas yang menjadi tradisi menjelang kontestasi demokrasi, sedangkan di baliknya praktik politik uang tetap berlangsung diam-diam. -Perlu diberlakukan hukuman tambahan tidak boleh mengikuti pemilu b

Penegakan Hukum

Problem-problem penegakan hukum tidak dapat dipahami dengan tepat jika hanya menggunakan logika silogisme (premis mayor-premis minor-konklusi), karena hukum bukan semata-mata rule and logic, melainkan social structure and behavior (Black, 1980) atau dalam istilah Oliver Wendel Holmes tidak senantiasa bersifat logis, tetapi juga pengalaman (Satjipto Rahardjo, 2006). Struktur sosial, tingkah laku, dan pengalaman aparat penegak hukum dalam berhukum pada realitas sosial politik tertentu, serta variabel-variabel sosial dalam masyarakat, terkadang jadi faktor determinan yang sangat memengaruhi bekerjanya hukum. Karena itu, ungkapan hukum hanya tajam pada mereka yang lemah secara sosial, ekonomi, dan pendidikan atau cenderung tumpul pada penguasa politik bukan cerita baru, dan tidak hanya terjadi di Indonesia. Sumber: Suparman Marzuki, Ketajaman Penegakan Hukum, https://kompas.id/baca/opini/2019/03/09/ketajaman-penegakan-hukum/, diakses 10 Maret 2019.

Hal Penting dalam Isu Perempuan

Pemaknaan wanita dan perempuan secara berbeda tidak terlepas dari pengaruh feodal dan sistem patriakis yang sudah menjadi sejarah. Aktivis perempuan menolak kata wanita karena dalam etimologi Jawa, wanita berasal dari frasa wani ditoto yang berarti berani diatur. Kata  wanita dimaknai berdasarkan pada sifat dasar wanita yang cenderung tunduk dan patuh pada lelaki sesuai dengan perkembangan budaya di tanah Jawa pada masa tersebut. Sementara itu menurut bahasa Sanskerta,  kata perempuan muncul dari  kata per + empu + an. Per memiliki arti makhluk dan Empu berarti mulia, tuan, atau mahir. Dengan demikian perempuan dimaknai sebagai makhluk yang memiliki kemuliaan atau kemampuan. Jadi, secara etimologis, perempuan dapat dikatakan sebagai seseorang yang memiliki penuh tubuhnya dan dia menjadi tuan atas dirinya sendiri. Berbeda halnya dengan wanita yang memang memasrahkan dirinya pada kaum lelaki. Indonesia sebagai negara yang turut menyepakati Suistainable Development Goals (SDGs) 2030 ,