RPP: Indonesia Perlu UU Perlindungan Tokoh Agama dan UU Perlindungan Aktivis

RPP: Indonesia Perlu UU Perlindungan Tokoh Agama dan UU Perlindungan Aktivis

PengacaraBukittinggi, Bukittinggi  – Ketua Pimpinan Cabang Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kota Bukittinggi Riyan Permana Putra (RPP) khawatir dengan terjadinya penganiayaan terhadap Syaikh Ali Jaber. Karena itu ke depan RPP berpendapat, Indonesia perlu memiliki Undang-Undang Perlindungan Tokoh Agama. Bukan hanya untuk lindungi Tokoh Agama Islam saja, melainkan semua tokoh Agama dari seluruh Agama yang diakui di Indonesia. Mengingat isu penyerangan terhadap tokoh agama tak hanya menyerang satu agama saja. Seperti yang pernah terjadi pada Bulan Februari 2018 lalu di Yogya pimpinan agama Kristen (pastur). Tiba-tiba pada sebuah acara kebaktian di Gereja Katholik Santa Lidwina, Sleman, Yogya, Pastor Karl-Edmund Prier SJ diserang orang tak dikenal.

Alumni Magister Hukum Pancasila ini mengatakan, ini bukan kasus yang pertama, karena kasus serupa sudah berulangkali terjadi. Kalau negara sekuler seperti Amerika Serikat, yang mayoritas beragama Kristiani saja mempunyai aturan hukum untuk melindungi pemuka agama agar tidak dikriminalisasi, seperti adanya Pastor Protection Act, maka sewajarnya bila Indonesia Negara yang Berketuhanan Yang Maha Esa juga mempunyai aturan hukum yang menjadi lex spesialis untuk melindungi Tokoh Agama,” ujarnya.

Lebih lanjut,  Kepala Bidang Penyelesaian Sengketa Kelompok Sadar Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Pokdar Kamtibmas) Kota Bukittinggi ini juga mendesak agar DPR RI dan Pemerintah segera membahas dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama (RUU PTASA) yang sudah diputuskan menjadi RUU Prolegnas Prioritas 2020. “Selama ini Indonesia sebagai negara Hukum, belum mempunyai aturan hukum yang khusus untuk melindungi tokoh agama dari beragam agama yang diakui sah di Indonesia,” ujar Riyan di Bukittinggi, Selasa (15/9).

RPP juga menuturkan, “RUU tersebut perlu memuat perlindungan fisik bagi tokoh agama dari semua Agama yang diakui di Indonesia, saat mereka sedang menyampaikan ajaran agamanya. Juga sanksi bagi yang melakukan persekusi terhadap tokoh agama. Perlindungan fisik dapat berupa perlindungan dari intimidasi, ancaman kekerasan, hingga kekerasan fisik seperti yang baru saja menimpa Syekh Ali Jaber. Hal itu perlu diatur secara tegas di dalam peraturan lex spesialis di level undang-undang. Sanksi bisa berupa kurungan penjara maupun denda. Agar tidak menimbulkan keresahan umat, menjaga moral bangsa, beragama yang moderat dan toleran, serta demi tegaknya prinsip Indonesia sebagai Negara Hukum. Wajar bila Indonesia perlu segera mempunyai aturan hukum yang adil dan dapat dirujuk untuk melindungi tokoh agama dari agama-agama apapun yang diakui di Indonesia, saat mereka menyampaikan kebenaran ajaran agamanya secara benar,” pungkasnya.

Riyan juga meminta pihak kepolisian  segera mengusut kasus ini secara terbuka dan tuntas, termasuk apa motif, siapa dalang, dan jangan berhenti pada alasan “klise”, yakni gangguan mental. Sebab para netizen saja bisa menampilkan banyak foto mutakhir dari pelaku, sebagai bukti digital bahwa yang bersangkutan dalam kondisi yang  normal, agar persekusi terhadap Ulama atau tokoh Agama tidak  terulang kembali. Agar menghadirkan efek jera, menurut Riyan menjadi penting bagi penegak hukum untuk menjatuhkan sanksi berat kepada pelaku penikam tokoh agama saat berdakwah.

Menurut RPP, penikaman terhadap Syekh Ali Jaber merupakan bukti bahwa ancaman dan intimidasi terhadap ulama, tokoh Agama Islam, dan juga tokoh agama lainnya, nyata adanya. Sehingga Indonesia sebagai Negara Pancasila, yang mengakui kebebasan melaksanakan ajaran Agama sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia dan mewajibkan negara untuk melindungi seluruh penduduk Indonesia dalam UUD 1945, memerlukan instrumen hukum yang spesifik dan bisa melindungi peran para tokoh agama saat menyampaikan ajaran agamanya masing-masing.

Selain itu RPP juga mengemukan perlunya UU Perlindungan Aktivis. Sejalan dengan pernyataan yang pernah diucapkan oleh Komisioner Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) Siti Noor Laila yang menyebut, Indonesia memang sudah memiliki UU tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Namun, UU itu tidak bisa digunakan untuk melindungi hak-hak pembela HAM. Terlebih, mengutip data Kontras, pada 2013 terdapat 118 kasus yang menimpa pembela HAM. Aparat kepolisian menjadi pihak yang paling banyak dilaporkan. Setahun kemudian, Komnas HAM mencatat setidaknya terdapat 22 kasus, dengan isu kebebasan berekspresi dan berkumpul yang dominan, yang menimpa aktivis HAM.

RUU Perlindungan Aktivis HAM penting untuk melindungi para aktivis dalam melaksanakan kerja-kerja mereka. Situasi yang berkembang belakangan ini menunjukkan urgensi regulasi yang melindungi aktivis HAM. Misalnya, kasus Marsinah dan Munir yang sampai saat ini belum tuntas, padahal kasusnya sudah berlangsung sejak lama. Aktivis antikorupsi di beberapa daerah pun mengalami kekerasan dan penangkapan.(*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kota Bukittinggi Riyan Permana Putra, S.H., M.H. ajak Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia Bergabung menjadi Anggota Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI)

Lahirnya Tokoh Muda Penuh Integritas dan Idealisme di Kota Bukittinggi

Dr (cand). Riyan Permana Putra, S.H., M.H., Dipercaya menjadi Pengurus DPD Bapera Sumatera Barat

Riyan Ketua PPKHI Bukittinggi Tanggapi Keinginan PSI Sumatera Barat yang Ingin Menjadi Oposisi di Sumatera Barat. Seharusnya Pola Hubungan Kerja Antara Partai Politik di DPRD dengan Pemerintah Daerah dalam Fatsun Demokrasi Indonesia adalah Sejajar, Seirama, dan Selaras

Berapa Lama Waktu dan Biaya yang Dibutuhkan saat Mengurus Cerai di Bukittinggi?

FPII Korwil Bukittinggi - Agam Gelar Buka Bersama dan Konsolidasi

Ketua PPKHI Bukittinggi Ucapkan Selamat Ulang Tahun ke-4 kepada LAKATAS dan Ungkap Peran Penting LAKATAS sebagai Civil Society

Salah Satu Dugaan Epicentrum Masalah Proyek di Jalan Perintis Kemerdekaan Bukittinggi

Perlunya Penguatan Alutista Maritim Pasca Tenggelamnya Kapal Selam Nanggala 402

Riyan Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kota Bukittinggi Tanggapi Penurunan Stok Darah di Kota Bukittinggi dan Tegaskan Ketersediaan Darah Tanggung Jawab Pemerintah Daerah