Fox Populi Fox Dei: Bukittinggi 2020 – 2025 akan Dipimpin Siapa?
Fox Populi Fox Dei: Bukittinggi 2020 – 2025 akan Dipimpin
Siapa?
Oleh: Riyan Permana Putra, S.H., M.H. (Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia Kota Bukittinggi, Kasubid Pemetaan Masalah Pokdar Kamtibmas Kota Bukittinggi, dan Wakil Sekretaris Laskar Merah Putih Markas Cabang Kota Bukittinggi)
Komisi pemilihan umum (KPU) Kota Bukittinggi telah menetapkan nomor urut calon kepala daerah Wali kota dan Wakil Wali kota untuk pemilihan serentak 2020 di Perpustakaan Bung Hatta Bukittinggi, Kamis (24/9/2020). KPU menetapkan pasangan Ramlan Nurmatias-Syahrizal nomor urut satu (1) pasangan Erman Safar-Marfendi nomor urut dua (2), dan pasangan Irwandi-David Chalik nomor urut tiga (3). Kita pun mengetahui tak ada gading yang tak retak, begitu juga kepada tiga kandidat calon walikota Bukittinggi 2020-2025 yang mana masing-masing kandidat memiliki berbagai macam kesalahan, atau boleh dibilang masalah dalam kepemimpinan (problem leadership).
Sebagaimana yang kita lihat pada kandidat nomor urut satu, yaitu pasangan Erman Safar-Marfendi memiliki slip dalam perebutan tahta Gerindra Bukittinggi. Diduga ada etika dan norma yang ia dilanggar, yakni melanggar AD/ART Partai Gerindra Tahun 2012, pasal 64 ayat 2 tentang pergantian pengurus partai. Secara jelas dari dalam fakta selama ini sejak tahun 2008 banyak kader Gerindra Bukittinggi yang berjuang tanpa digaji untuk memperjuangkan partai kader ini. Kader telah mengorbankan banyak hal untuk Gerindra sejak lama. Setelah itu, secara mendadak, keluar SK dan isinya adalah orang yang baru. Sebagian besar kader mempertanyakan ini dan muncul kekecewaan. Para kader walaupun menyatakan akan tetap solid, namun mereka hanya mempertanyakan apakah Gerindra bukan partai kader lagi sebab mulai dari Ketua, Sekretaris dan Bendahara yang baru bukan hasil kaderisasi. Sempat kita dengar kader mengembalikan KTAnya karena kecewa. Keputusan ini, menimbulkan gejolak terutama di tingkat pengurus maupun kader karena mereka merasa tidak dilibatkan. Informasinya diduga ratusan kader partai gerindra Bukittinggi diisukan banyak mengembalikan Kartu Tanda Anggota (KTA), karena kecewa dengan adanya SK kepengurusan baru yang muncul tiba-tiba.
Lalu kita juga akan melihat hal yang sangat fatal dilakukan
oleh petahana yang berada pada pasangan nomor urut 1 dan nomor urut 3, di mana
dalam visi misinya terdahulu mereka ingin mewujudkan Bukittinggi sebagai kota
tujuan pariwisata, pendidikan, kesehatan, perdagangan dan jasa berlandaskan
nilai-nilai agama dan budaya. Namun kita miris dibuktikan dengan adanya Surat Rekomendasi
Komnas HAM Pusat nomor: 013/TUA/I/2020 ke Presiden RI itu dengan perihal:
Dugaan Pelanggaran HAM dalam Penataan Beberapa Pasar di Kota Bukittinggi. Pasar
bagi kota Bukittinggi menurut penulis adalah bagaikan nafas dan paru-paru kota,
yang apabila diperlakukan dengan hal yang diduga melanggar HAM akan mematikan kota
kecil. Dan pada akhirnya Kota Bung Hatta ini akan menjadi kota mati.
Rekomendasi Komnas HAM Pusat nomor: 013/TUA/I/2020 yang diteken Ketua Komnas HAM Pusat Ahmad
Taufan Damanik, ditembuskan ke berbagai lembaga dan pemerintah provinsi di
Sumbar, dan beberapa kelompok masyarakat dan pedagang yang mengadu ke Komnas
HAM atas tindakan Walikota/Pemerintah Kota Bukittinggi sejak tahun 2018 dan
2019. Kandidat nomor urut tiga Irwandi-David Chalik adalah kandidat petahana
yang merupakan wakil dari petahana dan memiliki kesalahan yang sama dengan
petahana.
Kepemimpinan memainkan peranan yang penting dalam kepemimpinan sebuah kota. Berhasil tidaknya suatu kota salah satunya ditentukan faktor kepemimpinan. Peran utama kepemimpinan adalah membangun kota yang beradab, berkemanusiaan, berkeadilan untuk mencapai tujuan visi - misi yang telah disampaikan dalam kampanye, merujuk pada ketentuan Pasal 64 Ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah, pasangan calon wajib menyampaikan visi dan misi yang disusun berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi atau Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten atau Kota secara lisan maupun tertulis kepada masyarakat.
Dari modal ekonomi, Erman Safar disebut-sebut menyiapkan
dana investasi Rp100 miliar untuk pembangunan proyek di Jawa Barat. Pengembang
properti tersebut mengincar proyek kos dan hunian tapak. Proyek kos menelan
dana Rp70 miliar-Rp80 miliar. Rajasaland akan mengembangkan proyek di kawasan
kos Wangsa Rajasa Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat. Luas area pengembangan
12-13 hektare. Sekilas gambaran modal ekonomi calon nomor urut 1. Sedangkan Ramlan meliliki harta kekayaan Rp.66.082.212.555 data
yang penulis peroleh dari Pilkada Periode lalu yang mana pada periode lalu
kekayaan Ramlan melebihi jumlah harta kekayaan dari semua calon yang ada. Jauh
melampaui jumlah harta kekayaan calon incumbent Ismet Amzis sebanyak
Rp.1.417.151.906. Modal ekonomi yang dimiliki pasangan Ramlan-Irwandi pada
waktu itu sangat kuat dari pasangan Ismet Amziz-Zulbari Majid. Dan itu tidak
serta merta menjadi alasan pasangan Ramlan menang dalam pemilukada Kota
Bukittinggi periode lalu, hal ini bisa kita lihat dalam pemilu periode
2010-2015, Pasangan Zulkirwan Riva’i-Baharya memiliki harta kekayaan yang besar
melebihi pasangan calon lain namun pasangan ini tetap kalah dalam pemilukada
tersebut (Yovaldi Riki Putra, 2010). Salah
satu pendapat, mengenai alasan kemenangan Ramlan-Irwandi karena sekarang
terjadi hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap partai dan adanya
ketidaksesuai dengan beberapa partai yang pernah mereka dekati (Romi Saputra,
2017).
Untuk modal organisasi masing-masing kandidat memiliki
riwayat organisasi yang baik. Selain modal organisasi dan modal ekonomi, kesemua kandidat walikota Bukittinggi 2020-2025 juga memiliki modal moral,
pasangan ini mencoba membetuk figur yang dekat dengan masyarakat. Pada modal
sosial mereka menyadari bahwa modal sosial adalah modal yang paling penting
jadi mereka mencoba mendekatkan diri dengan berbagai kelompok-kelompok sosial, seperti pasangan Erman Safar-Marfendi yang mendekati pedagang kaki lima dan pedagang marginal kota dan pasangan Irwandi - David yang mendekati pemuda millenial Bukittinggi. Sedang untuk modal simbolik gelar adat dimiliki oleh seluruh
kandidat yang masing-masing memiliki pasangan yang bergelar datuak.
Semua kandidat calon Walikota Bukittinggi harus mampu
memanfaatkan modal politik dengan baik. Setiap calon walikota dan wakil
walikota sebaiknya memperhatikan modal politik (yang terdiri dari modal moral,
modal sosial, modal ekonomi, modal simbolik, modal organisasi) terlebih dahulu
karena terbukti penting untuk setiap kandidat yang ingin berkompetensi dalam
persaingan politik. Sebagaimana pada Pilkada 2015 Ramlan-Irwandi memperoleh
total suara sebanyak 17.770 suara (41,80%). Ramlan-Irwandi mampu memanfaatkan
modal politik dengan baik dan dapat memenangkan pilkada Kota Bukittinggi tahun
2015. Pada saat itu Ramlan-Irwandi selain memiliki modal organisasi dan modal
ekonomi. Ramlan-Irwandi juga memiliki modal moral, pasangan ini mencoba membentuk
diri sebagai figur yang dekat dengan masyarakat, dengan cara mendatangi
acara-acara yang diadakan oleh masyarakat ataupun kelompok masyarakat. Pada
modal sosial mereka menyadari bahwa modal sosial adalah modal yang paling
penting jadi mereka mencoba mendekatkan diri dengan berbagai kelompok-kelompok
sosial yang ada di Kota Bukittinggi. Modal simbolik gelar adat yang kedua
pasangan calon miliki menjadi nilai dominasi yang kuat atas kedudukan mereka di
Kota Bukittinggi, dan ada dua sosok perwakilan urang kurai. Modal Budaya
pasangan ini mendapatkan dukungan dari suku masing-masing dan juga mendapatkan
dukungan moril dari niniak mamak pucuak 26 kurai yang menambah legitimasi
dukungan kebudayaan kepada pasangan Ramlan-Irwandi.
Masalah Manajemen
Kepemimpinan dan Sorotan Pancasila
Dari permasalahan di atas kita melihat ada beberapa masalah manajemen
kepemimpinan dalam proses melahirkan pemimpin kota kita, seperti dengan masalah
proses seleksi yang kurang ketat dan juga karna adanya tidak konsekuennya pemimpin dengan visi dan misi. Dalam proses
seleksi kurang ketat, sampai-sampai partai kader diduga mengabaikan AD/ART
partainya untuk mengakomodir calon pemimpin baru di suatu kota. Kurang
transparannya proses seleksi para calon pemimpin juga menjadi persoalan yang
memicu terjadinya krisis kepemimpinan. Seseorang harus melewati serangkaian
seleksi agar bisa menjadi seorang pemimpin. Rangkaian seleksi tersebut harus
dilakukan tanpa terkecuali agar tercipta pemimpin yang dapat mengendalikan
masyarakatnya. Sebagai contoh dalam Pasal 4 Peraturan Komisi Pemilihan Umum
Nomor 1 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas PKPU Nomor 3 Tahun 2017
tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil
Bupati, atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota, menyatakan bahwa seorang calon walikota
dan wakil walikota harus bertakwa kepada tuhan yang maha esa, dan tidak boleh
berkhianat terhadap negara, tetapi fakta sebenarnya banyak pemimpin yang
melanggar. Ini sahih dengan data KPK yang telah mencatat ada 300 kepala daerah
yang menjadi tersangka korupsi sejak pilkada langsung.
Dari segi penilaian filosofi Pancasila, terutama sila kedua,
yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab Dari sila kedua ini mengajarkan tentang
pengakuan harkat dan martabat manusia dengan segala hak dan kewajibannya. Oleh
karena itu, pemimpin hendaknya dapat menerapkan sila ini maka kemungkinan besar
rakyatnya dapat menerima hak dan kewajiban yang semestinnya. Selain itu sila
ini juga mengajarkan manusia harus bartindak selakayaknya manusia dan berbudaya.
Dari kasus krisis kepemimpinan di Indonesia terbukti bahwa pemimpin juga masih
banyak yang melakukan penyimpangan terbukti dari kasus kenaikan pajak atau pun
retribusi di daerah yang tanpa musyarawah, hingga pencabutan subsidi BBM dan
kebijakan impor beras disaat petani akan melakukan panen, itu sangat jelas
memberatkan rakyat apa lagi untuk rakyat-rakyat yang masih adalam taraf
menengah kebawah.
Serta jika kita melihat sila keempat yang berbunyi, kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Dalam
sila keempat ini mengajarkan bahwa kedaulatan suatu negara ditangan rakyat
sehingga pemimpin harus musyawarah dengan wakil-wakil rakyat dan melihat
kondisi rakyat sebelum memutuskan sesuatu. Dari kasus krisis kepemimpinan membuktikan
bahwa banyak pemimpin belum melakukan nilai-nilai dari sila ini, contohnya dalam kenaikan retribusi pasar yang tanpa musyawarah yang mendapat penentangan dari beberapa elemen pedagang kota. Dan juga dalam perebutan kepemimpinan suatu partai yang mana harus sesuai dengan AD/ART
suatu partai yang telah disepakati bersama.
Selain itu menyelesaikan suatu masalah banyak sekali para
pemimpin yang sering beradu mulut, ada pula yang sampai tonjok-tonjokan hal itu
sanggatlah membuat masyarakat sangat prihatin dengan sikap para pemimpin negara
ini, contoh lain hukuman untuk kasus korupsi, yang lebih rendah dibandingkan
dengan kasus pencurian ayam. Ini membuktikan kurangnya kebijaksanaan pemerintah
dalam menangani kasus yang ada dimasyarakat.
Dalam ilmu managemen hadir istilah the right man in the right place. Untuk bisa terhindar dari ancaman krisis kepemimpinan dan terpuruknya Bukittinggi menjadi kota gagal, sudah waktunya kita membenahi faktor dasar yang membentuk potensi kegagalan suatu kota. Tentu saja mari memilih pemimpin yang punya rencana dan visi yang jelas, kemana Kota Bukittinggi ini akan dibawa. Pilkada Badunsanak 2020 bukan ajang memilih siapa yang paling banyak uang, yang dekat dengan ustad maupun kepala suku, serta bukan pula memilih artisan penjual tampang tanpa isi. Namun kita memilih, mereka yang paham persoalan daerah, rakyat, dan punya kapasitas memimpin mesin birokrasi.
Learn from history, belajar dari pengalaman terdahulu dan setelah mengetahui masing-masing kandidat memiliki modal
politik yang tak diragukan lagi. Namun ada beberapa problem leadership yang pernah mereka
lakukan. Itu semua pada akhirnya berpulang kepada kita sebagai pemilih. Lalu
pertanyaan Bukittinggi 2020-2025 akan dipimpin siapa jawabananya tentu
berpulang kepada kita. Siapa yang akan kita pilih pada Pilkada Bukittinggi Badunsanak
2020-2025? Fox Populi Fox Dei, suara
rakyat adalah suara tuhan, suara rakyatlah yang akan menentukan hitam dan
putihnya panggung politik atau yang menentukan hasil dari kontes Pilkada Bukittinggi
Badunsanak 2020-2025.
Komentar
Posting Komentar