Pesan Keadilan Buya Hamka dan Harapan Tegak Lurusnya Penegakan Hukum Terkait Aksi Moge di Jalan Prof. Dr. Hamka Bukittinggi
Pesan Keadilan Buya Hamka dan Harapan Tegak Lurusnya Penegakan Hukum Terkait Aksi Moge di Jalan Prof. Dr. Hamka Bukittinggi
Oleh: Riyan Permana Putra, S.H.,M.H. (Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia Kota Bukittinggi, Kasubid Pemetaan Masalah Pokdar Kamtibnas Kota Bukittinggi, & Wakil Sekretaris Laskar Merah Putih Kota Bukittinggi)
Penetapan tersangka terhadap beberapa anggota klub motor gede (moge) Harley Owners Group Siliwangi Bandung Chapter (HOG SBC) di Kota Bukittinggi. Dalam perkembangan media, hari ini telah ditetapkan empat orang menjadi tersangka. Ini menjadi oasis penegakan hukum kita yang selama ini mentah jika berhadapan dengan kalangan menengah atas. Dikabarkan juga oleh beberapa media lokal dan nasional anggota moge ini selain mengkeroyok TNI juga berbuat onar lainnya di Jalan Prof. Dr. Hamka, Bukittinggi. Karena ada warga yang melapor kasus perusakan mobil. Tindakan ini perlu disikapi represif karna membahayakan kondusifitas kota.
Selama ini hukum kita selalu tajam ke bawah tumpul ke atas. Sempat terjadi perdamaian, namun kesadaran penegakan hukum aparat kita tetap ada bersemayam dirautan sanubari mereka. Meski sebelumnya beredar kabar bahwa kedua belah pihak telah berdamai yang disertai dengan foto bersalaman antara komunitas HOG dan korban, namun atas perintah Pangdam I/Bukit Barisan proses hukum tetap dilanjutkan. Oleh karena itu, hari Jum’at 30/10 pukul 21.45 WIB dua orang anggota Kodim 0304/ Agam yang dikeroyok pengendara moge tersebut melapor ke sentra pelayanan Kepolisian Polres Bukittinggi di Jalan Jend Sudirman No. 23 Kota Bukittinggi, didampingi Dansub Denpom 1-4 Bukittinggi.
Jika kita lihat video yang viral, tindakan kedua tersangka memenuhi unsur Pasal 170 KUHP juncto Pasal 351 KUHP tentang tindak kekerasan di depan umum dan penganiayaan yang diancam lima tahun penjara. Terkait kasus lain, seperti pengrusakan mobil tidak dapat diproses karena locus delicti tidak berada di wilayah Polres Kota Bukittinggi. Biasanya sama-sama kita lihat praktik-praktik penegakkan hukum yang berlangsung, meskipun secara formal telah mendapat legitimasi hukum (yuridis-formalistik), namun legitimasi moral dan sosial sangat lemah. Ada diskriminasi perlakuan hukum antara mereka yang memiliki uang dan yang tak memiliki uang, antara mereka ada yang berkuasa dan yang tak punya kekuasaan. Keadilan bagi semua hanyalah kamuflase saja.
Dan juga sering kita jumpai pelaksanaan penghayatan sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang terpatri bukanlah keadilan yang merata, namun seolah tangisan menjerit dan jiwa merajalela mencari dinamika keadilan. Haruskah begini yang di atas terus tertawa dan yang di bawah terus terisak? Sebab kehidupan bukan tentang hari ini dan esok, namun ada hari lusa yang menanti dan hari esok yang menyongsong, kehidupan setelah mati.
Hampir tak ada harapan, kondisi hukum di Indonesia lebih sering menuai kritik atas pujian. Berbagai kritik diarahkan baik yang berkaitan dengan penegakkan hukum, kesadaran hukum, kualitas hukum, ketidakjelasan berbagai hukum yang berkaitan dengan proses berlangsungnya hukum dan juga lemahnya penerapan berbagai aturan.
Kejadian di Jalan Prof. Dr. Hamka ini semua terkait keadilan, jika kita ingat kembali pesan Buya Hamka tentang keadilan ialah menimbang yang sama berat, menyalahkan yang salah dan membenarkan yang benar, mengembalikan hak yang empunya dan jangan berlaku zalim di atasnya. Berani menegakkan keadilan, walau mengenai diri sendiri, adalah puncak segala keberanian. Insyaallah, semoga tegak lurus selalu penegakan hukum di Bukittinggi.
Selain menghayati kembali sila kelima, pesan keadilan Buya Hamka, apalagi jika kita buka diakhir pekan liburan yang panjang ini UUD Pasal 28 D ayat 1 di sana jelas sekali menjelaskan bahwa: "Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.” Kalau pesan-pesan keadilan ini diterapkan dalam setiap penegakan hukum. Segala proses penyelesaian hukum di kota Bung Hatta insyaallah berjalan dengan baik dan akan adil tanpa berpihak pada kaum yang kuat dan lemah, tak peduli terhadap pembawa motor gede, vespa, atau sepeda ontel sekalipun hukum akan tegak lurus.(*)
Komentar
Posting Komentar