Riyan: Selamat Hari Ibu, Perjuangkan Hak-hak Sosial-Politik Para Ibu Secara Substansial


Riyan: Selamat Hari Ibu, Perjuangkan Hak-hak Sosial-Politik Para Ibu Secara Substansial

pengacarabukittinggi.blogspot.com , Bukittinggi - Peringatan Hari Ibu (PHI) yang ke 92 tahun di Bukittinggi menurut Riyan Permana Putra, S.H., M.H. yang merupakan Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kota Bukittinggi terasa sangat spesial karena bertepatan juga dengan ulang tahun Kota Bukittinggi yang ke 236 tahun. Logo Hari Ibu 22 Desember 2020 berwarna merah putih dengan angka 92 dan bertuliskan "Merdeka Melaksanakan Dharma" logo Hari Ibu ini melambangkan semangat nasionalisme perempuan. Dengan adanya PHI Riyan berharap, "Seluruh elemen masyarakat dapat memperjuangkan hak-hak para ibu di berbagai level sosial dan politik secara substansial. Bukan semata-mata aturan tetapi nyata di lapangan karna masih ada diskriminasi sistemik terhadap para ibu," ujarnya. 

Perempuan terkenal mengisi ruang-ruang kontribusi dalam merebut kemerdekaan, menyuarakan berbagai permasalahan, dan turut mencari serta menjadi solusi untuk mengantar Indonesia di titik sekarang. Sama halnya dengan R.A Kartini, di Sumatera Barat juga ada ibu-ibu pejuang yang tak kalah semangatnya seperti R.A Kartini dalam memperjuangkan hak. Perjuangan melawan penjajah, perjuangan dibidang pendidikan dan agama, serta melestarikan kebudayaan-kebudayaan adat minangkabau untuk diwariskan kepada penerusnya. Di Ranah Minang kita mengenal Siti Manggopoh, Rohana Kudus, Rahmah El Yunusiyyah, Rasuna Said, dan Nurhayati Subakat menyumbang 40 M untuk penanganan Covid-19 di Indonesia. Termasuk saat kemerdekaan di mana para ibu Bukittinggi-Agam berkumpul di lapangan kantin menyumbangkan emas mereka untuk membeli pesawat Avro Anson, pesawat pertama untuk Republik Indonesia.  

Di Minangkabau perempuan tidak hanya berfungsi sebagai penerus keturunan, tetapi juga terlibat dalam musyawarah di keluarga, kampung, daerah, dan negerinya. Menurut Riyan ini sangat sejalan dengan pernyataan bahwa perempuan Minangkabau merupakan limpapeh rumah gadang atau tiang utama, juga sebagai kunci harta pusaka keluarga, dan merupakan cermin nagari. Jika ditafsirkan perempuan Minang adalah seorang ibu, maha guru sang anak sejak dari rahim, maka ia wajib menjadi contoh baik dari segi iman yang didapat dari agama dan Tuhannya. Sejalan dengan falsafah Minangkabau “adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah”.

Maka sangat disayangkan apabila perempuan masih harus menghadapi berbagai ketimpangan, mulai dari mengakses, berpartisipasi, ikut menentukan arah, serta menikmati manfaat pembangunan. Terlebih Pandemi Covid-19 menempatkan perempuan dalam situasi yang lebih rentan.

Situasi yang serba sulit ini ternyata tidak menghentikan langkah perempuan untuk hadir di garda terdepan. Perempuan turun dan menjadi penggerak sosial dengan membangun kesadaran masyarakat di berbagai daerah, dan turut serta menyediakan makanan bagi warga yang terdampak ekonomi dan alat pelindung diri untuk tenaga kesehatan. Perempuan juga mengambil peran penting dalam memerangi Covid-19 dengan menjadi tenaga kesehatan, ilmuwan/peneliti, dan penjaga bagi keluarganya sendiri.

Diungkap juga oleh Riyan,  masalah-masalah perempuan yang berkenaan dengan akses ekonomi, pendidikan dan kenegaraan juga menjadi problem yang kompleks. Salah satu indikatornya Rancangan Undang Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang menjadi salah satu harapan para Perempuan Indonesia pun ujungnya telempar dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) pada tahun 2020. Meskipun,  kabarnya RUU PKS akan menjadi salah satu RUU yang akan dibahas dari 50 daftar RUU prioritas tahun 2021.

Suara tentang mencabut RUU PKS itu sudah lantang disuarakan sejak tahun 2016 lalu. Dari rentetan sikap politik para wakil rakyat itu menjadi indikator bahwa para wakil rakyat masih belum memiliki sensitifitas tinggi untuk memastikan para perempuan terhindar dari praktik-praktik kekerasan dalam berbagai bentuk.

Masalah akses politik di kursi eksekutif dan legislatif pun juga harus diperjuangkan secara serius. Tak cukup dengan proporsi kuota 30 persen untuk caleg perempuan.
Seluruh elemen negara harus memperjuangkan hak-hak para ibu bangsa di berbagai level sosial dan politik secara substansial. Bukan semata-mata aturan tetapi nyata di lapangan masih ada diskriminasi yang sistemik.(*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa Bedanya Alfamart, Indomaret dan Niagara?

Kantor Hukum Riyan Permana Putra, S.H., M.H., & Rekan serta Kantor DPC Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kota Bukittinggi Telah Dibuka di Jalan Sutan Sjahrir Kota Bukittinggi

Kapatoman, Cafe Millenial Minang

Belajar dari Penangkapan Munarman

Lakatas Gelar Buka Bersama dan Mubes

Riyan: Selamat HUT Kota Bukittinggi ke-236, Tetap Patuhi Perda Adaptasi Kebiasaan Baru dan Bangkitkan Kembali Wisata serta Perdagangan Kota Bukittinggi

Berapa Lama Waktu dan Biaya yang Dibutuhkan saat Mengurus Cerai di Bukittinggi?

Peningkatan Kasus Perceraian saat Covid-19 (Langkah Hukum Menghadapi Perceraian di Bukittinggi)

FPII Korwil Bukittinggi - Agam Gelar Buka Bersama dan Konsolidasi

Riyan Permana Putra, S.H., M.H., Tergabung dalam Tim Kuasa Hukum Kasus Dugaan Kekerasan terhadap Anak yang Viral di Bukittinggi