Riyan Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kota Bukittinggi Ucapkan Selamat Hari Gizi 2021 dan Ungkap Penyebab Lemahnya Pencegahan Stunting di Daerah
Riyan Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kota Bukittinggi Ucapkan Selamat Hari Gizi 2021 dan Ungkap Penyebab Lemahnya Pencegahan Stunting di Daerah
pengacarabukittinggi.blogspot.com , Bukittinggi – Hari Gizi Nasional (HGN) ke-61 diperingati pada
25 Januari 2021. Di beberapa tempat di Indonesia memperingati HGN dengan
berbagai macam kegiatan, mulai dari lomba, membagi-bagi makanan dan diskusi
kesehatan. Memperingati Hari Gizi Nasional pada 25 Januari 2021 tahun ini
menjadi refleksi bagi kita semua bahwa persoalan gizi di Indonesia masih
menjadi pekerjaan rumah yang besar untuk bangsa ini. Kementrian Kesehatan menjelaskan bahwa Indonesia saat ini sedang dihadapi dengan masalah “triple burden”, yaitu stunting yang masih
tinggi. Penyebab dari kondisi tersebut salah satunya adalah masalah gizi. Maka
dari itu Kementrian Kesehatan menggunakan slogan HGN pada 2021 ini dengan tema "Ayo Jadi Milenial Sadar Gizi.”
Terkait penjelasan Kementerian Kesehatan, bahwa Indonesia
masih mengalami masalah “triple burden”, yaitu stunting yang masih tinggi, Ketua
Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kota Bukittinggi, Riyan
Permana Putra, S.H., M.H., berharap Kabupaten/Kota di Sumatera Barat yang belum memiliki regulasi atau
peraturan daerah (perda) tertulis terkait perbaikan gizi khusus stunting agar
segera merancang regulasi. Karna ketiadaan regulasi pencegahan stunting menjadi penyebab lemahnya pencegahan serta penanganan pervalensi
stunting. Peraturan berupa perda yang merupakan dasar hukum, diperlukan
untuk melindungi serta menjamin kesehatan bagi setiap masyarakat Sumatera Barat di 19 Kabupaten/Kota tanpa diskriminasi, termasuk tersangka/terdakwa.
"Penuntasan kasus gizi buruk dan stunting masih menjadi pekerjaan rumah berat bagi Sumatera Barat. Pasalnya hingga kini, terdapat ribuan anak bergizi buruk dan bertubuh pendek tersebar di 19 kabupaten/kota Sumatera Barat. Ini dapat membahayakan upaya peningkatan kesehatan masyarakat dan pembangunan kualitas sumber daya manusia Ranah Minang di masa yang akan datang. Butuh komitmen dari pemerintah daerah yang belum memiliki peraturan daerah pencegahan stunting untuk mengawal agar kasus gizi buruk tak terjadi. Pencegahan stunting bisa dilakukan lewat intervensi dengan membuat aturan semacam peraturan daerah yang mendukung untuk melawan kasus stunting tersebut," ungkapnya di Bukittinggi, Senin, (25/1/2021).
Dari data Dinas Kesehatan Sumatera Barat, sepanjang 2018, terdapat 6.793 bayi usia di bawah dua tahun (baduta) bergizi buruk. Lalu, sebanyak 15.942 baduta bertubuh pendek (stunting). Serta 6.685 bayi berbadan sangat kurus. Tidak saja baduta, kondisi memprihatinkan juga terjadi pada anak di bawah lima tahun (balita). Sedikitnya, 28.898 anak terdata kurang gizi. Sebanyak 59.641 balita stunting, dan 19.667 orang berbadan sangat kurus. Jika ditotalkan, jumlah baduta dan balita mencapai 137.626 orang. Masing-masing, 35.691 orang kurang gizi. Lalu, 75.583 bayi mengidap stunting dan 26.352 bayi berbadan sangat kurus.
“Terkait upaya untuk mengurangi serta menangani pervalensi stunting, pemerintah di tingkat nasional telah mengeluarkan beberapa regulasi yang diharapkan dapat berkontribusi pada penanggulangan prevalensi stunting, seperti Undang- Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Permenkes No. 23 Tahun 2014 tentang Upaya Perbaikan Gizi yang merupakan cerminan produk hukum yang menjadi payung hukum dan dasar hukum bagi tenaga pelayanan kesehatan masyarakat. Pemerintah daerah di Sumatera Barat yang belum membuat peraturan daerah pencegahan stunting diharapkan untuk segera membuat peraturan daerah upaya perbaikan gizi untuk penanggulangan stunting tersebut,” ujarnya.
Riyan menyebutkan, “Regulasi/perda terkait pencegahan stunting, yakni perda upaya perbaikan gizi sangat
diperlukan bagi daerah yang belum membuat regulasi pencegahan stunting sebagai pedoman dalam penanggulangan stunting. Dengan belum adanya regulasi, seperti peraturan bupati (perbub)/peraturan walikota (perwako) tentang program
gizi membuat kegiatan pencegahan penanggulangan masalah gizi seperti
stunting lemah karena menyebabkan kurangnya tanggung jawab petugas
kesehatan dalam menangani masalah gizi tersebut. Tapi jika telah adanya regulasi dalam bentuk perbub/perwako
dapat menjadi suatu bentuk komitmen pemerintah daerah di Sumatera Barat dalam mengatasi masalah stunting di daerah tersebut. Oleh sebab itu, Kabupaten/Kota di Sumatera
Barat yang belum membuat regulasi diharapkan dapat menyusun peraturan daerah seperti perbub/perwako tentang pencegahan stunting agar kegiatan pencegahan bisa berjalan dengan adanya
peraturan tersebut,” ungkapnya.
Kita bisa melihat Kabupaten Pasaman Barat yang kembali meraih peringkat pertama dua tahun berturut-turut pada penilaian kinerja pelaksanaan aksi konvergensi intervensi pencegahan dan penurunan stunting terintegrasi tahun 2020. Ini semua bermula dari upaya Pasaman Barat membuat regulasi daerah berupa Peraturan Bupati Pasaman Barat No. 65 Tahun 2019 tentang Sistem Informasi Stunting Terintegrasi.
Riyan juga mengucapakan selamat hari gizi nasional. "PPKHI
Kota Bukittinggi mengucapkan Selamat Hari Gizi Nasional". Lebih lanjut, Riyan
juga mendoakan kepada seluruh masyarakat Sumatera Barat baik dirantau dan di
kampung terkait kasus Covid-19 yang semakin meningkat dirinya mendoakan semoga
kita semua terhindar dari kasus Covid-19. "Semoga kita terhindar dari
Covid-19, sebetulnya masyarakat butuh asupan makanan yang bergizi. Demikian
pula dengan suasana pandemi ini, masyarakat diharuskan memakan makanan yang
bergizi supaya kuat dan tidak mudah terinfeksi virus corona atau Covid-19,”
pungkasnya.(*)
Komentar
Posting Komentar