Epicentrum Penyebab Lambatnya Kinerja 100 Hari Pertama Walikota Bukittinggi Terpilih
Epicentrum Penyebab Lambatnya Kinerja 100 Hari Pertama Walikota Bukittinggi Terpilih
pengacarabukittinggi.blogspot.com , Bukittinggi - Ada beberapa janji kampanye yang terlihat lambat implementasinya dalam 100 hari kerja pertama Walikota Bukittinggi terpilih. Kita lihat saja janji untuk terwujudnya visi Bukittinggi Hebat (Great Bukittinggi) melalui Adat basandi syara', syara' basandi kitabullah. Jika kita lihat konsep Hebat diartikan sebagai pemimpin yang H : Humanis, E: Enterpreniur, B : Bijak, A : Agamais/Adil , T : Tauladan. Belum lagi janji terkait Perwako 40 dan 41 hingga kebijakan lainnya yang menyangkut pasar serta pedagang.
Kita pun melihat lambat jalannya tujuh misi Bukittinggi Hebat yang berlandaskan Adat basandi Syara', Syara' Bersandi Kitabullah Walikota Bukittinggi, yaitu:
l. Hebat dalam Sektor Peningkatan Ekonomi Kerakyatan
Il. Hebat dalam Sektor Pendidikan lil. Hebat dalam Sektor Kesehatan dan Lingkungan
IV. Hebat dalam Sektor Kepariwisataan, Seni Budaya dan Olahraga
V. Hebat dalam Tata kelola Pemerintahan
VI. Hebat dalam Sektor Sosial Kemasyarakatan
VII. Hebat dalam Sektor Bidang Pertanian.
Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kota Bukittinggi, Riyan Permana Putra, S.H., M.H., menilai lambatnya kinerja pelaksanaan visi dan misi Bukittinggi Hebat ini bermuara dari adanya kebijakan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN-RB) yang melarang gubernur, bupati dan wali kota terpilih mengganti pejabat di lingkungan pemerintahannya dalam jangka waktu enam bulan sejak tanggal pelantikan.
"Instruksi tersebut tertuang dalam Surat Edaran Nomor 02/2016 tentang Penggantian Pejabat pascapilkada. Dalam surat edaran itu, juga mengatur larangan kepala daerah yang baru saja dilantik mengganti pejabat pimpinan tinggi selama dua tahun sejak pelantikan pejabat tersebut," katanya di Bukittinggi, pada Sabtu (3/4).
"Hal itu memang perlu dilakukan demi kesinambungan serta penjaminan pengembangan karir Aparatur Sipil Negara (ASN) di masing-masing daerah. Namun menurut kajian PPKHI Kota Bukittinggi, ini juga menjadi penghambat berjalan cepatnya implementasi janji kampanye kepala daerah terpilih, berjalan seperti kura-kura di 100 hari kerja pertamanya, birokrasi berjalan senyap dan lambat. Sebenarnya perlu direfresh segera agar visi misi walikota berjalan cepat, namun karna terhalang aturan refresh tertahan, rekan politik memanfaatkan momentum ini untuk mengkritik," ungkapnya.
Pergantian Pejabat atau yang disebut mutasi pejabat, dalam proses dan pasca pilkada memang terlarang sebagaimana diatur juga dalam Pasal 71 ayat 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2014 Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (selanjutnya ditulis Undang-Undang Pilkada), yang berbunyi :
“Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Wali Kota atau Wakil Wali kota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.”
"Meski aturan ini menjadi epicentrum sebab lambatnya kinerja walikota baru selama enam bulan sejak dilantik, aturan ini tetap harus ditaati karna sanksi atas perbuatan mutasi yang dilakukan, terdapat sanksi administrasi berupa pembatalan sebagai calon kepala daerah," pungkasnya.
Sebagaimana dijelaskan Pasal 71 ayat 5 Undang-Undang Pilkada, yang berbunyi :
“Dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.”
Lebih lanjut, Pasal 71 ayat (2) menjelaskan subjek hukum yang dilarang adalah Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota. Termasuk di dalamnya Penjabat Gubernur atau Penjabat Bupati/Walikota sebagaimana ditentukan dalam Pasal 71 ayat (4).
Subjek hukum yang dilarang Pasal 72 ayat (2) dan ayat (4) tidak hanya bagi petahana, tetapi juga non petahana.(*)
Komentar
Posting Komentar