Keteladanan Pemimpin Kunci Optimalnya Penegakan Peraturan Daerah Adaptasi Kebiasaan Baru di Sumatera Barat
Keteladanan Pemimpin Kunci Optimalnya Penegakan Peraturan Daerah Adaptasi Kebiasaan Baru di Sumatera Barat
Oleh: Riyan Permana Putra, S.H., M.H. (Pengurus Kelompok
Sadar Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Kota Bukittinggi)
Peraturan Daerah (Perda ) Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) di
Sumatera Barat merupakan Perda pertama di Indonesia yang mengatur pengendalian Corona
Virus Disease 2019 (covid-19) di Indonesia. Perda ini disusun berdasarkan
Inpres Nomor 6 Tahun 2020. Pembahasan Perda dilakukan DPRD Sumbar setelah draf
Ranperda diajukan Pemprov setempat pada 28 Agustus 2020. Kendati dikebut,
pengesahan Perda ini sudah mengakomodasi semua masukan berbagai pihak. Termasuk
mempertimbangkan kondisi daerah Mentawai.
Pengesahan Perda ini, melalui rapat paripurna dipimpin
langsung Ketua DPRD Sumbar, yang dihadiri pimpinan dewan, pimpinan fraksi,
Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno, sekretaris dewan Raflis, ketua Pansus Perda,
dan juga diikuti anggota DPRD Sumbar baik secara fisik 15 orang dan secara
virtual 35 orang. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) telah resmi menyetujui
Peraturan Daerah (Perda) Sumatra Barat (Sumbar) tentang Adaptasi Kebiasaan Baru
(AKB) Pengendalian dan Pencegahan Covid-19 yang disahkan DPRD setempat 11
September lalu. Perda tersebut sudah mendapatkan nomor registrasi 6-124/2020
dan telah menjalani proses administrasis sesuai aturan berlaku. Peraturan ini
ditetapkan sebagai Perda Nomor 6 Tahun 2020 tentang Adaptasi Kebiasaan Baru
Dalam Pencegahan dan Pengendalian covid-19.
Untuk optimalnya penegakan perda tersebut seharusnya seluruh
stake holder baik di provinsi maupun di kabupaten kota segera berkoordinasi dan
menindaklanjutinya termasuk TNI, Polri, Kejaksaan, Satpol PP dan lainnya untuk
melakukan sosialisasi sebelum diterapkan. Untuk implementasinya. Kabupaten/kota
diharapkan menyesuaikan dengan aturan yang telah ditetapkan itu. Dahulu
Sumatera Barat sudah ada Pergub, Perwako, maupun Perbub, semuanya sanksi
administratif. Ternyata tidak efektif memaksa masyarakat patuh. Jadi dengan
adanya Perda agar aturan ini lebih kuat. Perda tersebut kedepannya akan
dijadikan pedoman untuk mengendalikan laju penyebaran Covid 19 di Sumbar. Perda
AKB ini agar punya posisi yang lebih tinggi dan efektif untuk mendisiplinkan
masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan.
Batang Tubuh Perda
AKB Sumbar
Jika kita kupas batang tubuh dari Perda AKB, kita bisa
melihat perda tersebut memuat 113 pasal dalam 10 bab yang mengatur sanksi
sanksi yakni berupa administratif dan pidana. Sanksi pidana diberikan pada
masyarakat apabila mereka tidak mengindahkan sanksi administratif. Perda ini
mengikat tanpa kecuali. Kita berharap perda ini bisa memberikan efek jera pada
masyarakat. Selain sanksi, perda juga mengatur pemberian penghargaan kepada
pihak pihak yang berkontribusi besar dalam pencegahan dan pengendalian Covid 19
di Sumbar. Pemprov bersama DPRD Sumbar berharap, dengan disahkannya Perda ini,
pengendalian Covid 19 di Sumbar akan menjadi semakin baik.
Perda AKB memuat beberapa kewajiban dan sanksi. Kewajiban
tersebut antara lain menerapkan prilaku disiplin protokol kesehatan. Yaitu
menggunakan masker di luar rumah, cuci tangan menggunakan air dan sabun,
menjaga jarak fisik serta tidak berjabat tangan saat mengucapkan salam. Lalu
menerapkan karantina mandiri atau sampai keluar hasil pemeriksaan bagi kontak
erat pasien positif dan orang terkonformasi Covid-19 tapi tidak bergejala.
Selain itu juga terdapat denda Rp250 ribu atau kurungan
penjara selama dua hari bagi pelanggar yang tidak menggunakan masker. Kemudian
juga diatur kepada setiap penanggung jawab kegiatan atau usaha yang melanggar
protokol kesehatan dalam kegiatan usahanya diancam pidana kurungan maksimal
tiga bulan atau denda Rp25 juta.
Kita berharap Perda ini dapat memutus mata rantai penyebaran
virus corona di Sumbar. Penyebaran covid-19 sampai hari ini di Sumbar masih
meningkat. Angkanya rata-rata di atas 100 orang. Lewat perda ini, kita harap
masyarakat paham dan dapat menaati. Semua ini untuk kepentingan kita semua,
namun apakah kunci dari optimalnya penegakan perda adaptasi kebiasaan baru di
Sumbar tersebut?
Kunci Optimalisasi
Penerapan Perda Adaptasi Kebiasaan Baru (Perda AKB)
Jika kita simak pendapat hukum Hikmanto Juwono, ada beberapa
problematika yang dihadapi oleh penegakan hukum di Indonesia saat ini adalah:
a. problem pembuatan peraturan perundang-undangan, b. masyarakat mencari
kemenangan bukan keadilan, c. uang mewarnai penegakkan hukum, d. penegakkan
hukum sebagai komoditas politik, penegakan hukum yang diskriminatif dan ewuh
pakewuh, e. lemahnya sumberdaya manusia, f. keterbatasan anggaran, dan g.
penegakan hukum yang dipicu oleh media massa.
Untuk melihat optimalisasi penegakan perda adaptasi
kebiasaan baru kita bisa mengacu pada poin e pendapat hukum dari Hikmanto
Juwono yang menyatakan problematika penegakan hukum itu menjadi masalah ketika
adanya sumber daya manusia yang lemah, penulis menilai ini menjadi kunci gagal
atau berhasilnya suatu penegakan hukum. Apalagi di era millenial saat ini,
kualitas hukum yang optimal dan ideal yang dituntut masyarakat bukan sekedar aparatur
penegak hukum dan pemimpin yang memiliki normatif
skill saja, melainkan juga harus memiliki kualitas sikap atau nilai
kejiwaan (attitude/affective). Karena
normatif skill hanya memberikan
kapabilitas dalam artian mengerti dan memahami hukum dalam analisa yang normatif yuridis saja. Akan tetapi
kapabilitas dalam praktek pelaksanaan penegakan hukum, tugas, kewenangan serta
tanggung jawab penegak hukum juga diperlukan.
Jika hanya normatif
yuridis saja tanpa ada praktek pelaksanaan penegakan hukumnya justru
menimbulkan persepsi negatif kepada penegak hukum dan pemimpin yang melanggar
hukum itu sendiri, sehingga terjadi penegakan hukum yang keluar dari konseptual
tujuan penegakan hukum itu sendiri (menciptakan rasa keadilan yang hakiki)
sedangkan nilai kejiwaan/sikap akan memberikan pandangan yang sebenarnya bagi
artian dan tujuan penegakan hukum itu sendiri.
Kita melihat adanya tungkek
mambawo rabah, pertama kita lihat fakta saat Walikota Bukittinggi termasuk
ke dalam 72 petahana yang ditegur karena melanggar protokol kesehatan covid-19
dalam gelaran pilkada. Serta ada pula fakta yang terbaru kabar di Medan, salah
satu calon yang juga adalah menantu Presiden Joko Widodo, Bobby Nasution juga
termasuk pelanggar protokol kesehatan dalam tahapan pilkada 2020.
Peran kepemimpinan nasional dan daerah sangat menjadi kunci
dalam mengoptimalkan penegakan hukum untuk menciptakan kepastian hukum yang
sejalan dengan dengan terpenuhinya rasa keadilan masyarakat, sehingga dapat memutus
rantai covid-19. Apalagi Indonesia dicita-citakan oleh the Founding Father kita
sebagai suatu negara hukum (rechtstaast)
yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar 1945 bahwa negara Indonesia adalah
negara hukum. Penegak hukum serta pemimpin nasional dan daerah harus memahami
hukum tertinggi tersebut. Maka hendaknya hukum dapat dipahami dan dikembangkan
sebagai satu kesatuan sistem sebagai suatu konsep hukum yang harus dijalankan
holistik tanpa pandang bulu.
Karena hukum adalah merupakan suatu kumpulan peraturan hidup
dalam suatu masyarakat yang teratur, bersifat memaksa, dan mengikat serta semua
warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum. Peraturan hukum dapat
berjalan dengan baik bila benar-benar mencerminkan rasa keadilan dan kehendak
sebagian besar dari masyarakat yang berdasarkan dinamika dalam kehidupan di
Indonesia. Serta diperkuat dengan adanya keteladanan dari kepemimpinan nasional
dan daerah setempat.
Hukum akan menjadi masalah jika penegak hukum dan pemimpin
nasional serta pemimpin di daerah sendiri yang melanggar peraturan pemutus
rantai covid-19 yang akan diberlakukan. Jika
pemerintah menginginkan masyarakat untuk patuh kepada hukum, maka kewibawaan
dan kredibilitas penegak hukum yang harus dipulihkan pertama-tama adalah penegak
hukum sendiri dan pemimpin harus menjalankan tugas dan kewajiban mereka dengan
baik sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku
Jadi, kunci dari optimalnya pelaksanaan penegakan hukum
perda di dalam masyarakat selain tergantung pada kesadaran hukum masyarakat
juga sangat banyak ditentukan oleh aparat penegak hukum yang mana termasuk juga keteladanan pemimpin
suatu daerah dalam penerapan aturan perda adaptasi kebiasaan baru di Sumbar. Oleh
karena sering terjadi beberapa peraturan hukum tidak dapat terlaksana dengan
baik yang disebabkan adanya beberapa oknum penegak hukum dan pemimpin nasional
dan daerah yang tidak melaksanakan suatu ketentuan hukum sebagaimana mestinya.
Hal tersebut dikarenakan pelaksanaan hukum oleh penegak hukum dan pemimpin itu
sendiri yang tidak sesuai. Dan malah memberikan contoh buruk dan dapat mempengaruhi
optimalnya penerapan suatu aturan yang telah dirancang secara konsensus oleh
dewan perwakilan rakyat. Sekali lagi teladan, integritas, moralitas aparat
penegak hukum dan pemimpin mutlak harus baik, karena mereka sangat rentan dan
terbuka peluang bagi penyalahgunaan wewenang (abuse of power).
Komentar
Posting Komentar