Lembaga Survei, Laporan Masyarakat dan Peran Dewan Etik KPU Menyikapi Polemik Survei di Pilkada Sumatera Barat
Riyan Permana Putra, S.H., M.H., Ketua Perkumpulam Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kota Bukittinggi
Lembaga Survei, Laporan Masyarakat dan Peran Dewan Etik KPU Menyikapi Polemik Survei di Pilkada Sumatera Barat
Oleh: Riyan Permana Putra, S.H., M.H. (Ketua Perkumpulan
Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia Kota Bukittinggi, Kasubid Pemetaan
Masalah Pokdar Kamtibmas Kota Bukittinggi, & Wakil Sekretaris Laskar Merah
Putih Markas Cabang Kota Bukittinggi)
Baru saja kita mendengar adanya polemik hasil survei calon
Gubernur yang dikeluhkan oleh Andre Rosiade, Ketua DPD Gerindra Sumbar. Ia
mengatakan bahwa survei yang dilakukan Poltracking adalah lucu-lucuan. Bahkan,
anggota DPR RI ini menyebut hasil yang menyatakan Mulyadi-Ali Mukhni itu unggul
mutlak dari pesaingnya sampai 49,5 persen sama halnya dengan menonton grup
lawak yang sangat lucu. Jawaban dari Poltracking sendiri soal ada pihak yang
berbeda pandangan, itu wajar dan hak yang bersangkutan. Poltracking menjelaskan
pada Pilkada 2018, di beberapa daerah, ada banyak survei yang berbeda hasilnya
dengan Poltracking, ada juga pihak yang menyanggah hasil survei dari
Poltracking, tapi akhirnya setelah pemilihan, KPU mengumumkan pemenangnya sama
dengan hasil survei Poltracking melihat hasilnya setelah pemilihan. Apalagi
Poltracking menyebut survei yang dilakukannya sudah dilakukan dengan ketat dan
menjaga akurasi. Poltracking Indonesia melakukan survei dengan sangat ketat,
baik secara metodologi maupun kerja tim peneliti dalam proses wawancara dan
olah data. Poltracking telah melakukan pengawalan ketat. Verifikasinya berlapis
menjaga kredibilitas dalam proses survei tersebut. Selain itu, ia sadar lembaga
survei juga dituntut untuk menjaga kepercayaan publik.
Menyikapi perdebatan antara Andre Rosiade dan Poltracking
kita bisa melihat Pasal 48 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 8 Tahun 2017
tentang Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, dan Partisipasi Masyarakat dalam
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau
Walikota dan Wakil Walikota (PKPU Nomor 8 Tahun 2017) yang mengharuskan lembaga survei
yang melakukan survei harus mendaftarkan
diri ke KPU setempat. Kita mengetahui bahawa Poltracking telah terdaftar di KPU
Sumbar dengan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sumatera Barat Nomor
55/PP.03.2-Kpt/13/Prov/IX/2020. Yang pertama kali mendaftar adalah Liberte
Institute berdasarkan Nomor Keputusan 21/PP.03.2-Kpt/13/Prov/III/2020 tentang Penetapan
Liberte Institute sebagai lembaga survei atau jajak pendapat dalam pemilihan
gubernur dan wakil gubernur sumatera barat tahun 2020, Kedai Kopi, Poltracking
Indonesia, Spektrum Politica, Indo Barometer, Indikator Politik Indonesia,
Memang dalam era politik modern kehadiran lembaga survei
memiliki peran strategis bagi seorang politisi maupun partai politik. Arti
penting lembaga survei dalam transisi demokrasi karena prinsip keterwakilan (representativeness) dan keilmiahannya (scientificness) adalah unsur utama
dalam merumuskan sebuah keputusan dan kebijakan yang relevan dengan kebutuhan
masyarakat. Hasil survey juga kerap digunakan oleh politisi untuk mengukur
tingkat elektabilitas dan opini publik terkait citra partainya maupun citra
politisi itu sendiri. Oleh karena itu, sulit terpisahkan antara politik dan
lembaga survei. Suatu proses politik akan lebih terukur dan objektif dengan
keterlibatan lembaga survei di dalamnya, namun lembaga survei juga harus berada
pada jalur yang terkontrol agar keberadaannya bukan justru merusak tatanan
demokrasi. Fenomena lembaga survei saat ini telah menjadi industri baru
perpolitikan. Namun dalam praktiknya, disamping lembaga survei bekerja
berdasarkan kode etik penelitian, terdapat pula lembaga survei yang telah
mengabaikan kode etik dan hanya mencari keuntungan profit semata. Kinerja
lembaga survei terkadang membawa kebingungan bagi publik terkait hasil survei
yang mereka rilis, dalam berbagai momentum politik sering terjadi perbedaan
hasil survei antara sesama lembaga survei. Banyak diantara lembaga survei yang
menjamur saat ini telah mengabaikan etika serta prinsip-prinsip ilmiah dan
objektifitas penelitian.
Kita tentu tidak ingin peran penting lembaga survei di alek gadang pilkada badunsanak Sumatera Barat ini menjadi pudar, sebagaimana dijelaskan Pasal 28E ayat (3) dan Pasal
28F UUD 1945 sebagai bentuk kebebasan berpendapat, memperoleh, mengolah, dan
menyampaikan informasi. Pelaksanaan survei dan hitung cepat juga dikuatkan
dengan adanya pendapat MK dalam putusan No. 9/PUU-VII/2009 bahwa survei
menggunakan metode ilmiah adalah suatu bentuk pendidikan, pengawasan dan
penyeimbang dalam proses penyelenggaraan negara, termasuk pemilu. Tetapi malah
dalam perkembangan selanjutnya lembaga survei yang dianggap tidak kredibel dan
menjual hasil survei ke pihak-pihak tertentu. Kita tak ingin kepercayaan masyarakat Sumatera Barat terhadap lembaga survei perlahan menurun.
Adanya polemik dalam alek gadang pilkada badunsanak di
Sumatera Barat yang mengarah kepada lembaga survei ditudingan negatif publik bahwa
lembaga survei sudah mengalami deviasi, evolusi fungsi, sehingga kontroversi
akan keberadaan merekapun muncul. Lembaga survei yang semula berfungsi untuk
mengetahui peta politik dan kekuatan parpol/kandidat dalam suatu pilkada, mengalami evolusi fungsi menjadi alat politik parpol tertentu (sebagai alat pembentuk opini publik dan pencitraan). Banyak pihak yang protes
dan KPU pun diminta untuk bertindak mengatasi masalah ini. Masukan dari
masyarakat terhadap KPU beragam, mulai dari larangan lembaga survei
mempublikasikan hasil surveinya , larangan lembaga survei merangkap konsultan,
larangan lembaga survei mengadakan polling karena sebaiknya polling hanya boleh
dilakukan oleh pollsters ( lembaga
yang murni mengadakan survei opini publik), usulan agar diadakan akreditasi
lembaga survei.
Sebenarnya mengenai netralitas lembaga survei telah diatur dalam Pasal 449 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017
tentang Pemilihan Umum yang menyatakan partisipasi masyarakat dalam bentuk
sosialisasi Pemilu pendidikan politik bagi pemilih, survei wajib mengikuti
ketentuan yang diatur oleh KPU. Dan KPU mengatur dalam Pasal 48 PKPU Nomor 8
Tahun 2017 huruf f yang menyatakan bahwa lembaga survei agar tidak melakukan
keberpihakan yang menguntungkan atau merugikan peserta pemilihan, tidak
mengganggu proses penyelenggaraan tahapan pemilihan, dan bertujuan murni untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat secara luas. Dan untuk pilkada Sumatera
Barat lembaga survei juga harus mengacu kepada aturan Huruf A Keputusan KPU Sumbar Nomor
84/PP.03.2-Kpt/13/Prov/X/2019 tentang Pedoman Teknis Lembaga Survei atau Jajak
Pendapat dan Penghitungan Cepat Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumbar
2020 yang menyatakan menyatakan lembaga survei tidak boleh memihak, telah
bergabung dengan asosiasi lembaga survei dan terdaftar di KPU Provinsi Sumatera
Barat.
Jika masyarakat merasa resah dengan adanya hasil survei di alek gadang pilkada badunsanak Sumatera Barat 2020. Dan lembaga survei diduga ada yang melanggar etika dalam
perhelatan alek gadang pilkada badunsanak di Sumatera Barat sebagaimana
dijelaskan dalam Pasal 2 PKPU Nomor 8 Tahun 2017. Mereka dapat menempuh jalan
sebagaimana diberi oleh Pasal 51 (1) PKPU Nomor 8 Tahun 2017 yang menyatakan pengaduan masyarakat terhadap pelaksanaan survei dapat disampaikan kepada KPU
Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota dengan menyertakan identitas pelapor. Selain
masalah etik, masyarakat dapat melakukan penilaian terhadap lembaga survei dari
beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi kredibilitas lembaga survei, seperti
faktor internal dan eksternal. Secara internal dipengaruhi
oleh faktor pengalaman dan pendidikan sedangkan secara eksternal dipengaruhi
oleh kredibilitas lembaga survei tersebut. Terungkap ada
lima kriteria kredibilitas suatu lembaga survei, yaitu: track record lembaga
survei, track record pimpinan lembaga survei, sumber daya manusia profesional,
citra positif dan memiliki kantor yang jelas, sebagaimana juga dijelaskan Pasal
48 PKPU Nomor 8 Tahun 2017. Bahkan dalam Pasal 49 PKPU Nomor 8 Tahun 2017
tersebut ada kewajiban pollster untuk memberitahukan sumber dana, metodologi
yang digunakan, jumlah responden, tanggal pelaksanaan survei, dan pernyataan
hasil survei bukan hasil resmi penyelenggara pemilihan ketika mengumumkan hasil
survei.
Dalam menindaklanjuti pengaduan masyarakat nanti KPU
Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota dapat membentuk Dewan Etik atau menyerahkan
pengaduan tersebut kepada asosiasi lembaga survei untuk mendapatkan penilaian
dugaan pelanggaran etika yang dilakukan oleh pelaksana survei. Serta mengenai
sanksi untuk lembaga survei di jelaskan dalam Pasal 54 (1) PKPU Nomor 8 Tahun
2017 yang menjelaskan KPU Provinsi atau Kabupaten/Kota dapat memberikan sanksi kepada
pelaksana Survei yang terbukti melakukan pelanggaran etika. Sanksi dapat
berbentuk pernyataan tidak kredibel, peringatan atau larangan melakukan
kegiatan survei. Pelanggaran tindak pidana Pemilihan yang dilakukan oleh
pelaksana survei, dikenai sanksi sesuai dengan Undang-Undang tentang Pemilihan.(*)
Komentar
Posting Komentar