Jika Tidak Ingin Ada Turbulensi, Pemimpin Bukittinggi Jangan Menjadi King of Lip Service
Jika Tidak Ingin Ada Turbulensi, Pemimpin Bukittinggi Jangan
Menjadi King of Lip Service
Bukittinggi – Terkait berita yang dilansir oleh antara pada
Selasa, 29 Juni 2021 dengan judul, “Ini Gejolak Politik di Bukittinggi setelah
Pilkada Usai” di sana dinyatakan bahwa
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Bukittinggi telah cukup lama usai sejak
Desember 2019, namun masih terlihat "turbulensi" atau gejolak dan
guncangan sesudahnya baik yang dimunculkan oleh pelaku politik atau masyarakat.
Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia
(PPKHI) Kota Bukittinggi, Riyan Permana Putra, S.H.,M.H., menanggapi, “Memang
telah cukup lama pilkada usai sejak Desember 2019, namun memang masih terlihat
turbulensi atau gejolak dan guncangan di Bukittinggi. Sebenarnya sederhana,
kalo tidak ingin ada turbulensi di Bukittinggi, pemimpin cuma harus menepati
janji. Jangan menjadi king of lip service, tunaikanlah janji-janji manis saat
kampanye seperti janji pencabutan Perwako 40/41, dan lain-lain, sehingga
program-program yang ditawaran kepada publik saat kampanye tidak menjadi
sekedar janji palsu atau "lip service" semata,” katanya di
Bukittinggi pada Rabu, (30/6/2021).
Ketika ditanya apa sanksi yang akan diberikan jika pemimpin
ingkar janji? Riyan menjelaskan, “Berbagai
kalangan mengusulkan agar pemimpin seperti itu diimpeachment (dimakzulkan) dan
sebaiknya tidak dipilih lagi dalam pemilu berikutanya. Soal pemakzulan seorang
pemimpin yang ingkar janji, memang belum dapat dilakukan karena tidak ada
landasan hukum. Bahkan Riyan mengungkapkan bahwa mantan Ketua Mahkamah
Konstitusi (MK) Mahfud MD pernah mengusulkan agar nantinya ada hukum yang
mengatur ingkar janji itu bahkan bisa masuk pada ranah pidana. Namun
menurutnya, tindakan tercela dalam hukum ketatanegaraan itu sampai sekarang
belum ada formulasinya. Maka dari itu, tidak bisa tindakan tercela seorang
pemimpin itu diajukan ke pengadilan. Maka, ke depan harus diatur,” tambahnya.
Namun ternyata, Riyan
mengungkapkan bahwa, “Soal pemimpin
ingkar janji itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa
tentang hukum berdosa bagi pemimpin yang tidak menepati janjinya saat kampanye.
Menurut kesepakatan ulama MUI dalam acara Ijtima Komisi Fatwa MUI V di Tegal,
7-10 Juni 2015, fatwa ini berlaku bagi pemimpin dan calon pemimpin publik baik
itu di legislatif, yudikatif maupun eksekutif. MUI meminta para calon pemimpin
tidak mengumbar janji untuk melakukan perbuatan di luar kewenangannya,”
pungkasnya.
“Jangankan pemimpin, sebagai orangtua, kita selalu meminta
agar anak-anak kita untuk tidak berbohong atau mengingkari janjinya. Semua
orangtua pasti kesal jika ada anaknya yang selalu berbicara bohong. Bahkan
memberikan hukuman kepada si anak jika terus berbicara bohong dan mengingkari
janji. Maka, sangat wajar bila seluruh rakyat memberikan hukuman kepada para
pemimpin yang selalu ingkar janji. Agama apapun di Republik ini melarang
umatnya melakukan kebohongan, terlebih lagi bagi seorang pemimpin. Hukum Islam
menyuruh agar setiap Muslim menepati janji dan melarang mengingkarinya.
Soalnya, setiap janji itu akan dimintai pertanggungjawabannya. Terpenting,
pemimpin harus menunaikan janjinya saat kampanye demi kemaslahatan umat,”
tegasnya.
Dan untuk menekan adanya turbulensi politik di Bukittinggi, Riyan
pun berharap bahwa, "Jika memang ternyata ada polemik antara Walikota dan
DPRD janganlah sampai berujung impeachment seperti yang pernah dialami Bupati
Jember pada 2020 silam, karna mekanisme pemberhentian Walikota sesuai UU No. 9
Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah pada pasal 79 ayat (1) yang menyatakan
bahwa pemberhentian kepala daerah diberitahukan oleh pimpinan DPRD dalam rapat
paripurna dan diusulkan oleh pimpinan DPRD. Berdasar Pasal 149 ayat (1) UU
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, DPRD memiliki hak pengawasan
yang dapat berujung kepada impeachment, yaitu hak intepelasi, hak angket, dan
hak menyatakan pendapat. Dan dalam negara-negara demokrasi modern terdapat dua
substansi terkait pemberhentian kepala pemerintahan, yaitu alasan yang bersifat
politik dan yang bersifat hukum," ujar alumni Universitas Indonesia ini.
Sebelumnya sebagaimana dilansir dari antara menanggapi masih
adanya turbulensi pasca pilkada di Bukittinggi, Anggota DPRD Bukittinggi, Dedi
Fatria di Bukittinggi, menyatakan, "Kita tentu berharap turbulensi pasca
pilkada berlangsung hanya sesaat saja, tidak berkelanjutan seperti saat ini,
karena jika ini terjadi berkepanjangan akan merugikan masyarakat Kota
Bukittinggi," kata Anggota DPRD Bukittinggi, Dedi Fatria di Bukittinggi,
Selasa.
Menurutnya, turbulensi politik selalu muncul di setiap usai
penyelenggaraan perhelatan politik di tingkat apa saja.
"Mulai pemilihan kepala desa, pemilihan calon
legislatif, walikota dan bupati, gubernur bahkan sampai pemilihan presiden,
guncangan itu akan tetap ada," kata dia.
Ia menambahkan, untuk Kota Bukittinggi, wali kota terpilih
memiliki kerja yang cukup berat sesuai dengan janji kampanye serta situasi
pandemi COVID-19 yang memengaruhi anggaran dengan recofusingnya.
"Jangankan untuk menuntaskan janji kampanye, untuk
pelaksanaan kegiatan rutin saja sudah pas-pasan," kata dia.
Di sisi lain, Dedi Fatria juga mengapresiasi langkah Wali
Kota terpilih Erman Safar dan wakilnya Marfendi yang aktif bekerja keras untuk
mendapatkan program kegiatan dari kementerian.
Terkait dengan panasnya postingan dan komentar di dunia
media sosial menyoroti pemerintahan saat ini, Dedi Fatria mengatakan itu adalah
bentuk perhatian warga.
"Bisa disikapi secara positif karena menjadi masukan
bagi penyelenggara pemerintah baik eksekutif dan legislatif, itu merupakan
cerminan bahwa semua kita peduli dengan Kota Bukittinggi," kata dia.
Hal senada disampaikan oleh Komisioner KPU Kota Bukittinggi,
Benny Azis yang berharap warga Kota bisa menerima apapun hasil dari Pilkada
yang telah berlalu.
"Sebagai penyelenggara pilkada dan diri pribadi seorang
warga Kota Bukittinggi, tentu kita berharap pemimpin terpilih mampu mengemban
amanah dan bersikap yang sama kepada seluruh kepentingan warganya, sebagai
warga kita juga harus menghargai dan menghormati pimpinan," kata dia.
Ia menambahkan, dunia media sosial harus disikapi bijak
termasuk isu politik yang kerap hadir didalamnya.
"Saya tidak terlalu merasakannya, akan tetapi apapun
informasi dari dunia kekinian di media sosial termasuk politik, harus disikapi
dengan bijak dan cerdas," kata dia.
Wali Kota Bukittinggi Erman Safar telah melakukan apel
gabungan seluruh ASN nya sebanyak dua kali sejak ia menjabat sebagai kepala
daerah termuda di sepanjang sejarah Kota Bukittinggi.
Terakhir dalam penyampaiannya kepada ASN, Erman Safar
menegaskan arti pentingnya loyalitas kepada pimpinan dan meminta untuk
mengesampingkan kepentingan politik dan kelompok dalam melayani masyarakat.(*)
Komentar
Posting Komentar