Riyan Permana Putra Harap Kebijaksanaan Pemimpin Bukittinggi untuk Pedagang Sembako Pasar Banto di Era Pandemi
Riyan Permana Putra Harap Kebijaksanaan Pemimpin Bukittinggi untuk Pedagang Sembako Pasar Banto di Era Pandemi
Bukittinggi – Terkait Pemko Bukittinggi yang memperingatkan
pengelola Pasar Banto atau Banto Trade Center (BTC) agar menghentikan dan
mengosongkan aktivitas para pedagang sembako yang berjualan di sana, paling
lambat 7 Juli 2021. Menurut Wali Kota Bukittinggi keberadaan
pedagang tersebut tidak sesuai izin peruntukannya.
Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia
(PPKHI) Kota Bukittinggi, Riyan Permana Putra, S.H., M.H., menanggapinya, “Sekarang
situasi perekonomian masyarakat sedang sulit, yang dibutuhkan masyarakat
bukanlah penggusuran ataupun penataan tapi tambahan modal usaha dan support pemerintah daerah. Kami sebagai warga berharap ada kebijaksanaan pemimpin Bukittinggi untuk pedagang sembako di Pasar Banto di era pandemi. Walaupun
ada kesimpangsiuran hukum di sini, tapi ini saat pandemi, saat yang tidak tepat
melakukan penataan ataupun penggusuran yang mempengaruhi perekonomian
masyarakat yang memburuk di era pandemi, ini sesuai dengan adagium hukum keselamatan
rakyat adalah hukum tertinggi atau Salus Populi Suprema Lex Esto. Apalagi konstitusi
menjamin hak untuk mendapatakan penghidupan yang layak sesuai UUD 1945 Pasal 27
Ayat 2 yang menyebutkan, setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pemeritah daerah pun wajib menumbuhkan
iklim usaha dalam aspek perlindungan, dengan menetapkan regulasi dan
kebijaksanaan sesuai UU Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil. Apalagi jika
lihat amanat Pasal 11 ayat 2 Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan
Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Covid-19 mengamanatkan
kepada pemerintah agar melindungi, mempertahankan dan meningkatkan kemampuan
ekonomi para pelaku usaha dari sektor riil dan sektor keuangan dalam menjalankan
usahanya,” katanya di Bukittinggi pada Minggu, (4/7/2021)
“Apalagi Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) telah menyerukan
pemerintah tak lakukan penggusuran saat pandemi, sebagaimana dilansir dari
voaindonesia.com, Komisioner Komnas HAM, Muhammad Khoirul Anam mengatakan,
telah menyerukan kepada pemerintah agar tidak melakukan tindakan yang
berpotensi melanggar hukum dan HAM di tengah pandemi, seperti penggusuran. Ia
beralasan akses masyarakat lebih kecil jika dibandingkan dengan pemerintah atau
perusahaan dalam memperjuangkan keadilan dalam sebuah konflik. Karena itu, kami
berpendapat semua keputusan pemerintah terkait konflik pada masa pandemi ini ditunda
atau dibatalkan dahulu. Walaupun ada kesimpangsiuran hukum di sini, tapi ini
saat pandemi, saat yang tidak tepat melakukan penataan ataupun penggusuran yang
mempengaruhi perekonomian masyarakat yang memburuk di era pandemi, ini sesuai
dengan adagium hukum keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi atau Salus
Populi Suprema Lex Esto,” tambahnya.
Penyebaran covid-19 yang dinyatakan oleh Organisasi
Kesehatan Dunia (World Health Organization) sebagai pandemi pada sebagian besar
negara-negara di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, menunjukkan peningkatan
dari waktu ke waktu dan telah menimbulkan korban jiwa, serta kerugian material
yang semakin besar, sehingga berimplikasi pada aspek sosial, ekonomi, dan kesejahteraan
masyarakat. Implikasi pandemi covid-19 telah berdampak antara lain terhadap perlambatan
pertumbuhan ekonomi nasional, penurunan penerimaan negara, dan peningkatan
belanja negara dan pembiayaan, sehingga diperlukan berbagai upaya Pemerintah
untuk melakukan penyelamatan kesehatan dan perekonomian nasional, dengan fokus
pada belanja untuk kesehatan, jaring pengaman sosial (social safetgnet), serta
pemulihan perekonomian termasuk untuk dunia usaha dan masyarakat yang terdampak
bukan dengan melakukan penataan atau penggusuran pasar yang dapat mengakibatkan
masalah sosial dan ekonomi bagi masyarakat Kota Bukittinggi.
Dalam kajian hukum PPKHI Bukittinggi, pedagang sembako di
Pasar Banto termasuk kategori Pedagang Kaki Lima (PKL) sebagaimana dijelaskan dalam
Pasal 1 angka 5 Perda Kota Bukittinggi Nomor 8 Tahun 2014 tentang Penataan dan
Pemberdayaan PKL. Musyawarah dalam bekerja sebagaimana tagline kampanye
walikota terpilih memang harus segera diterapkan dalam isu-isu kebijakan
pemerintah kota, seperti isu kanopi di Jalan Minangkabau dan isu pengosongan
atau penggusuran pedagang Pasar Banto ini. Apalagi menurut Pasal 22 ayat 3 Perda
Kota Bukittinggi Nomor 8 Tahun 2014 tentang Penataan dan Pemberdayaan PKL
menjelaskan pedagang kecil berhak mendapatkan informasi dan sosialisasi atau pemberitahuan
terkait dengan kegiatan usaha di lokasi yang bersangkutan.
Karna masyarakat dalam ekonomi yang sulit. Pedagang yang
tidak menjadi korban penggusuran kami rasa akan berhasil melewati pandemi covid-19.
Sementara bagi pedagang yang menjadi korban penggusuran justru makin mengalami kesulitan
hidup yang pada akhirnya akan mengakibatkan kekhawatiran meningginya
kriminalitas di Kota Bung Hatta. Karna pedagang yang tidak tergusur itu masih
bisa berdagang dan menghidupi keluarga walau dengan modal seadanya. Meskipun Bukittinggi
dihantam pandemi covid-19, namun mereka justru bisa survive dengan usaha kecil
mereka.
Jika memang bahwa penataan atau penggusuran pedagang sembako
di Pasar Banto adalah keputusan yang tak bisa ditawar lagi oleh Pemerintah Kota
Bukittinggi, menurut Riyan Permana Putra, perlu diingat berdasarkan Pasal 2
Peraturan Daerah (Perda) Kota Bukittinggi Nomor 8 Tahun 2014 tentang Penataan
dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima dijelaskan bahwa kewajiban walikota bukan
hanya untuk penataan tapi adalah untuk pemberdayaan PKL. Dengan pemerintah daerah tidak hanya fokus
kepada penataan akan menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan usaha menjadi
usaha ekonomi mikro yang tangguh dan mandiri, sebagaimana dijelaskan dalam
Pasal 5 huruf b Perda Kota Bukittinggi Nomor 8 Tahun 2014 tentang Penataan dan
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima. Bahkan sesuai juga dengan amanat Pasal 11 ayat
2 Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas
Sistem Keuangan untuk Penanganan Covid-19 mengamanatkan kepada pemerintah agar
melindungi, mempertahankan dan meningkatkan kemampuan ekonomi para pelaku usaha
dari sektor riil dan sektor keuangan dalam menjalankan usahanya
Terkait hubungan investor dan pemerintah kota terkait Pasar
Banto, kita bisa lihat dasar hukum force majeure yakni Pasal 1245 KUHPerdata
(BW) mengatur bahwa penggantian biaya kerugian dan bunga dapat dimaafkan
bilamana terjadi suatu keadaan yang memaksa. Banyak pakar dan praktisi yang
berpandangan bahwa Pasal 1245 KUHPerdata dapat dijadikan landasan hukum
penerapan force majeure bahkan sekalipun klausa ini belum diatur dalam kontrak
yang disepakati. Sebagai jalan keluar,
Riyan Permana Putra menganjurkan para pihak menggunakan asas iktikad baik
(Pasal 1338 KUHPerdata) untuk melakukan renegosiasi kontrak, baik dalam bentuk
rescheduling, restructuring ataupun reconditioning. Hasil renegosiasi yang
telah disepakati dapat dicantumkan melalui addendum kontrak.
Pedagang Bukittinggi di Era Pandemi Tidak Butuh Penggusuran
Tapi Support Modal
PKL dan pedagang kecil lainnya adalah sektor riil yang akan
dibina secara baik dengan memfasilitasi modal usaha melalui program kemitraan.
Menata dan memberdayakan pedagang kaki lima untuk teratur dan tertata rapi diharapkan
menjadi program Pemko Bukittinggi. Namun menggusur atau menata saat pandemi PKL
seharusnya tidak ada dalam pikiran pemimpin kota, karna akan melumpuhkan
pemberdayaan PKL dan UKM apalagi di era pandemi covid-19 ini. Seharusnya
pemimpin kota di era pandemi ini mensupport pedagang dengan memperkuat ekonomi
kerakyatan dan ekonomi kreatif melalui pembangunan pusat Usaha Kecil dan
Menengah (UKM Center). Menurutnya, pembangunan ekonomi harus melibatkan seluruh
masyarakat.
"Untuk mencapai sesuai harapan, maka UKM Center harus
segera dibangun Media Promosi, Informasi UKM, Workshop, Packaging House dan
Balai Diklat. Kemudian, mempermudah UKM serta PKL dalam memperoleh modal usaha
melalui program kemitraan,” ujar Riyan Permana Putra.
Lebih Lanjut Riyan menegaskan selain itu pemerintah Kota
Bukittinggi di era pandemi ini harus lebih menunjukkan keberpihakan terhadap
pelaku UKM dan pedagang PKL dengan berbasis IT dan perkembangan teknologi.
“Pemerintah Kota harus mendorong arah Pembangunan UKM dan
koperasi setia usaha kaki lima lainnya yang berbasis IT karena harus
disejalankan dengan perkembangan teknologi,” kata Riyan.
Menurut Riyan pembangunan ekonomi dan investasi harus
bermuara kepada pembelaan usaha UKM dan PKL. Maka untuk mencapai hasil
maksimal, semua potensi harus digerakkan. Diantaranya, tatakelola BUMD harus
ditingkatkan yang profesional, bebas KKN dan mandiri. Termasuk memberikan
kemudahan seluruh administrasi perizinan.
Pola kemitraan, kebijakan membantu pedagang dan UKM melalui
program bantuan pembiayaan secara non profit lewat Baznas Kota Bukittinggi dengan
nama Mikrofinacial Desa (MFC) yang sudah berjalan bisa menjadi solusi. Sedangkan melalui perbankan bisa juga membuka
kerjasama dalam bentuk pinjaman lunak dengan program pinjaman mikro pada Bank
Nagari dan BPR Jam Gadang.
"Jadi selain penataan pedagang yang dilakukan dengan
terukur dan melihat momen yang tepat, janganlah masa pandemi ini. Kekinian
masyarakat Bukittinggi membutuhkan modal. Doronglah kebutuhan modal masyarkat
Bukittinggi itu dalam program Mikro Finacial Desa di Baznas melalui dana hibah
yang dititipkan di Baznas. Untuk program kemitraan pemko bisa bekerja sama
dengan Bank Nagari dan BPR Jam Gadang untuk memfasilitas pinjaman yang tentu
dengan syarat tertentu," ujar Riyan.(*)
Komentar
Posting Komentar