Riyan sebut Bukittinggi Butuh Perda Bantuan Hukum untuk Hijrah Menuju Kemudahan Akses dan Pelayanan Bantuan Hukum
Riyan sebut Bukittinggi Butuh Perda Bantuan Hukum untuk
Hijrah Menuju Kemudahan Akses dan Pelayanan Bantuan Hukum
Bukittinggi – Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan
Hukum Indonesia (PPKHI) Kota Bukittinggi yang juga merupakan Direktur Lembaga
Bantuan Hukum (LBH) Bukittinggi, Dr (cand). Riyan Permana Putra, S.H., M.H.,
mengucapkan selamat tahun baru Islam 1 Muharram 1443 Hijriah dan mengajak
menjadikan tahun baru Islam ini sebagai momentum masyarakat Bukittinggi untuk
hijrah menuju kemudahan akses bantuan hukum (acces to justice) dan pelayanan
hukum (legal service).
“Meski tidak dapat dirayakan seperti tahun-tahun sebelumnya
karena masih mewabahnya pandemi Covid-19, kami yakin makna dan esensi yang
terkandung di dalam Tahun Baru Islam akan selalu menjadi penyemangat bagi kita
semua untuk senantiasa bangkit dalam situasi dan kondisi apapun yang dihadapi
bangsa ini. Untuk hijrah menuju kemudahan akses bantuan hukum (acces to
justice) dan pelayanan hukum (legal service) Bukittinggi butuh Peraturan Daerah
(Perda) Bantuan Hukum untuk memberikan kemudahan akses bantuan hukum kepada
masyarakat yang membutuhkan bantuan hukum, karena sampai sekarang sejak tahun
2011 Bukittinggi belum memiliki Perda Bantuan Hukum, ini merupakan amanat dari
Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum,
perlu untuk dibuat Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum yang
diperkuat oleh Peraturan Pemerintah Nomor Nomor 42 Tahun 2013 tentang Syarat
dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum,” kata Kasubid Pemetaan Masalah Pokdar Kamtibmas
Kota Bukittinggi pada Rabu, (11/8/2021).
Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang dilakukan oleh Pemberi
Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum, ini sangat
dibutuhkan masyarakat kota Bukittinggi, selain itu Pemerintah Kota Bukittinggi
perlu untuk memenuhi amanat Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945).
“Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 27 Ayat (1) yang
mengatakan bahwa: “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum
dan pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak
ada kecualinya”. Dan juga karena fakir miskin merupakan tanggung jawab negara
yang diatur dalam Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi : “Fakir
miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara”. Lalu diperkuat
oleh UUD 1945 Pasal 28D ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan
yang sama di hadapan hukum. Sedangkan Pasal 28H ayat (2) menyatakan bahwa
setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh
kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. Artinya,
secara konstitusional, negara berkewajiban menjamin hak untuk memperoleh
keadilan hukum bagi setiap warga negara Indonesia. Dalam proses beperkara,
tentu tidak semua lapisan masyarakat paham mengenai prosesnya. Maka, untuk
membantu masyarakat menyelesaikan masalah hukumnya, diperlukan pendampingan
hukum, bahkan sampai pada proses peradilan. Pihak yang dapat memberikan bantuan
hukum sampai pada proses peradilan itu adalah advokat. Sampai di titik inilah
mindset di atas muncul, yaitu membayar jasa advokat masih menjadi barang
mewah,” jelas Ketua Advokasi Forum Pers Independet Indonesia (FPII) Korwil
Bukittinggi – Agam ini.
Jadi, salah satu hak dasar warga negara yang dimandatkan
oleh konstitusi adalah persamaan di hadapan hukum serta berhak memperoleh
kepastian hukum yang adil (access to justice) dan pelayanan hukum (legal
service), ini berlaku untuk setiap warga negara. Kami Kantor Pengacara dan
Konsultan Hukum Dr (cand). Riyan Permana Putra, S.H., M.H., selain melayani
bantuan hukum secara profit tapi juga non profit untuk menjalankan amanat UU
Advokat dan UU Bantuan Hukum. Bantuan hukum non profit kami berikan melalui LBH
Bukittinggi.
“LBH Bukittinggi siap memberikan bantuan hukum terhadap
orang/kelompok yang tidak mampu dalam proses perkara. Pemberian bantuan hukum
oleh LBH Bukittinggi memiliki peranan yang sangat besar yaitu untuk mendampingi
kliennya sehingga dia tidak akan diperlakukan dengan sewenang-wenang oleh
aparat, demikian juga untuk membela dalam hal materinya yang mana di sini
diharapkan dapat tercapainya keputusan yang mendekati rasa keadilan dari
pengadilan,” tegasnya.
Apalagi terhitung per tahun 2019, penduduk miskin di
Bukittinggi berjumlah 6.000 jiwa dari total jumlah penduduk Kota Bukittinggi.
Mengingat pemerintah daerah diwajibkan bertanggungjawab untuk memenuhi hak-hak
mereka sebagai warga negara, tentu ini bukanlah angka yang sedikit. Kemampuan
ekonomi yang sangat terbatas tentu menyulitkan posisi mereka, bahkan hanya
untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Namun, disitulah posisi pemerintahan sebuah
kota. Di tengah keterbatasan masyarakatnya, kota wajib hadir untuk menjamin
akses masyarakat terhadap hak-hak dasar mereka sebagai warga negara sesuai
amanat konstitusi. Disisi lain, tentu juga tidak boleh dikesampingkan
upaya-upaya dalam mengurangi angka kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup
masyarakat.
Ada perspektif yang berkembang di masyarakat, yakni tingginya
biaya dalam penanganan proses perkara dalam ranah hukum. Mindset yang terbangun
ini kemudian mempengaruhi tindakan, terlebih pada masyarakat tidak mampu.
Sehinga apabila memiliki permasalahan hukum, mereka enggan untuk menempuh
proses pengadilan dan menerima saja perlakuan ketidakadilan itu tanpa melakukan
apapun,. Mereka tidak tahu harus kemana lagi untuk memperjuangkan haknya. Pada
situasi lain, perlakuan tidak adil itu dibalas dengan melakukan kekerasan,
sehingga malah menjadi pesakitan. Akhirnya, akses terhadap keadilan dianggap
tidak mampu menjangkau lapisan masyarakat bawah.
“Berangkat dari hal itu, untuk mencapai akses keadilan bagi
masyarakat, kami mengusulkan agar segera diterbitkan Perda Bantuan Hukum di
Kota Bung Hatta. Titik tekannya adalah, semua masyarakat Bukittinggi berhak
untuk mendapatkan bantuan hukum. Dengan adanya Perda Bantuan Hukum di Kota
Bukittinggi akan menjamin dan menjadi jawaban, bahwa untuk dapat mengakses
bantuan hukum, tidak lagi terbatas kepada golongan mampu semata. Pemberian
bantuan hukum ini meliputi masalah keperdataan, pidana, dan Tata Usaha Negara,
baik melalui proses litigasi maupun non litigasi. Litigasi sendiri adalah
proses penanganan perkara di pengadilan, sedangkan non litigasi meliputi
penyuluhan hukum, pendampingan, penelitian, mediasi, konsultasi, dan lain
sebagainya. Pemerintah daerah memiliki peran dalam penyelenggaraan bantuan
hukum bagi orang atau kelompok orang miskin. Pemerintah daerah kabupaten/kota
dapat memperluas akses keadilan melalui penganggaran bantuan hukum di APBD dan
turut serta dalam memenuhi hak konstitusional warga negara dalam memperoleh
bantuan hukum dengan membentukan Perda tentang Bantuan Hukum sesuai amanat
Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, perlu
untuk dibuat Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum yang
diperkuat oleh Peraturan Pemerintah Nomor Nomor 42 Tahun 2013 tentang Syarat
dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum,” tutup Alumi Universitas Indonesia
ini.(*)
Komentar
Posting Komentar