Ada Asas Lex Specialis Derogat Legi Generali, Riyan Sebut Tak Tepat Gunakan KUHP dalam Penggantian Ketua DPRD Bukittinggi
Riyan sebut Tak Tepat Gunakan KUHP dalam Penggantian Ketua DPRD Bukittinggi
Riyan sebut Tak Tepat Gunakan KUHP dalam Penggantian Ketua DPRD Bukittinggi, Ada Asas Lex Specialis Derogat Legi Generali
Ada Asas Lex Specialis Derogat Legi Generali, Riyan Sebut
Tak Tepat Gunakan KUHP dalam Penggantian Ketua DPRD
Bukittinggi
Bukittinggi – Terkait dengan penjelasan salah satu praktisi
hukum di Kota Bukittinggi yang menyatakan bahwa penetapan pengganti Ketua DPRD
Bukittinggi yang baru harus dipercepat karena ada pelanggaran Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP). Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia
(PPKHI) Kota Bukittinggi yang juga Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH)
Bukittinggi, Dr (cand). Riyan Permana Putra, S.H., M.H., menyatakan boleh
dipercepat penggantian Ketua DPRD, tentu saja dipercepat sesuai dengan amanat
tahapan-tahapan demokratis yang ada undang-undang dan tidak perlu terlalu cepat
serta tak tepat menuju penerapan hukum pidana (KUHP).
“Karena penerapan hukum pidana tunduk pada azas ultimum
remedium (pemidanaan adalah upaya terakhir) serta juga karena membawa ke ranah
pidana dalam penyelesaian perselisihan kepengurusan internal partai politik dan
membawa ke ranah pidana masalah kepemimpinan DPRD Bukittinggi ini tidak sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang Partai Politikdan Undang-Undang Pemerintahan
Daerah beserta turunannya yang bersifat lex specialis derogat legi generali,
yaitu di mana asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat
khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis).
Asas lex specialis derogat legi generali dipakai untuk mengatasi konflik antara
UU yang lebih luas substansi pengaturannya sebagaiman KUHP ini ketika
berhadapan dengan UU yang lebih sempit substansi pengaturannya, seperti UU
Partai Politik dan UU Pemerintahan Daerah yang terkait dengan masalah
kepemimpinan DPRD Bukittinggi,” kata Riyan yang juga merupakan Kasubid Pemetaan
Masalah Pokdar Kamtibmas Kota Bung Hatta ini di Bukittinggi pada
Rabu,(11/8/2021).
Jika kita lihat secara
lex specialis derogat legi generali
masih ada tahapan yang dengan UU Pemerintah daerah dan turunannya, yakni
Peraturan DPRD Kota Bukittinggi tentang Tata Tertib DPRD Bukittinggi yang
merupakan turunan dari Pasal 186 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah dan Pasal 24 ayat (3), Pasal 50 ayat (2), dan Pasal 125
ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan
Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota serta
UU Partai Politik,” tambah Ketua Advokasi Forum Pers Independent Indonesia
Korwil Bukittinggi – Agam ini.
Jadi, menurut Riyan kehadiran SK 05-0065/kpts/DPP-GERINDRA/2021 ini hanya
proses awal, masih ada proses lanjutan yang secara demokratis diatur
undang-undang untuk melindungi Ketua DPRD Bukittinggi yang diberhentikan oleh
partainya sebagaimana pernyataan dari Sekretaris DPRD Bukittinggi yang dilansir
dari suarasumbar.id (Sabtu, 24/7/2021), Noverdi didampingi Kasubag Persidangan,
Yudy Andry yang menyambut perwakilan Partai Gerindra berjanji akan segera
menindaklanjuti surat rekomendasi itu sesuai ketentuan hukum.
“Sekretariat Dewan akan menindaklanjuti surat ini sesuai
aturan dan ketentuan yang berlaku, dilaporkan ke pimpinan, lalu ada rapat
paripurna untuk pemberhentian dan selanjutnya akan dilakukan paripurna
pengangkatan Ketua DPRD Bukittinggi. Ada tahapannya nanti,” kata Noverdi.
Riyan yang juga merupakan Wakil Sekretaris Laskar Merah
Putih Kota Bukittinggi ini pun melengkapi pernyataanya, meski berdasarkan SK
05-0065/kpts/DPP-GERINDRA/2021 yang ditunjuk menjadi Ketua DPRD Bukittinggi
adalah BY, berdasarkan kajian yuridis PPKHI Bukittinggi tahapan menurut aturan
Peraturan DPRD Kota Bukittinggi tentang Tata Tertib DPRD Bukittinggi yang
merupakan turunan dari Pasal 186 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah dan Pasal 24 ayat (3), Pasal 50 ayat (2), dan Pasal 125
ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan
Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota masih
ada yang harus dilakukan untuk mensahkan BY sebagai Ketua DPRD Bukittinggi yang
baru dan itu semua belum dilakukan, maka sekarang ketua DPRD Bukittinggi masih
Inyiak Datuak (Herman Sofyan, S.E.).
“Apalagi dalam perkembangan ada gugatan yang diajukan oleh
Ketua DPRD Bukittinggi yang masih sah (Herman Sofyan, S.E.) ke Mahkamah Partai
Gerindra yang dibuktikan dengan adanya Surat Tanda Terima DPP Partai Gerindra
tertanggal Senin, (9/8/2021). Ini memungkinkan karena untuk perlindungan hukum
bagi pimpinan DPRD yang diberhentikan pimpinan DPRD tersebut bisa menempuh
upaya hukum melalui Mahkamah Partai Politik karena kompetensi perselisihan
partai politik yang dapat dibawa ke Mahkamah Partai dimaksud pasal 32 ayat (1)
UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik salah satunya adalah karena
keberatan terhadap keputusan partai politik tentang pemberhentian atau
pergantian dirinya. Lalu berdasarkan aturan-aturan tersebut di atas jika
langkah di Mahkamah Partai ini tidak dapat menyelesaikan perselisihan ini,
langkah di Mahkamah Partai ini pun bisa diteruskan ke Pengadilan Negeri. Proses
di Mahkamah Partai ini harus dihormati, ditunggu keputusan inkracht van gewijsde-nya
karena merupakan amanat perlidungan hukum undang-undang bagi Ketua DPRD yang
diberhentikan partainya,” tegasnya.
Mahkamah Partai menjadi pintu pertama dan terakhir dengan
kekuatan putusan final dan mengikat secara internal. Tidak ada satu perkara perselisihan
internal partai yang dapat diteruskan ke Pengadilan Negeri (PN) sebelum
diperiksa, diadili dan diputus oleh Mahkamah Partai. Kedudukan Mahkamah Parta
sebagai salah satu organ yang bersifat quasi peradilan dapat dilihat dalam
formula Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2) UU Partai Politik. Pasal 33 ayat (1)
dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 UU
Partai Politik tidak tercapai, penyelesaian perselisihan dilakukan melalui
Pengadilan Negeri.
“Berdasarkan Kajian PPKHI Bukittinggi Putusan Mahkamah
Partai seperti putusan arbitrase. Pihak yang tidak setuju dengan putusan
arbitrase bisa mengajukan keberatan ke pengadilan negeri. Kalau tak puas juga
dengan putusan pengadilan negeri, para pihak bisa mengajukan kasasi ke Mahkamah
Agung, sesuai Pasal 33 ayat 2 UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik,”pungkasnya.
Kita berharap adanya perlindungan hukum terhadap Ketua DPRD
Bukittinggi yang diberhentikan oleh partainya dan pergantian Ketua DPRD
Bukittinggi agar dilakukan dengan demokratis sesuai dengan azas lex specialis
derogat legi generali tujuaannya untuk kestabilan Kota Bung Hatta, agar tak
terjadi konflik yang berkepanjangan di salah satu partai besar Bukittinggi.
Karena konflik dan perpecahan internal partai, terutama partai-partai besar
sangat tidak produktif bagi partai, kota, dan rakyat Bukittinggi.
"Di satu sisi, partai merupakan suatu organisasi otonom
yang sangat vital bagi kelangsungan demokrasi Bukittinggi, tetapi pada sisi
lain, perpecahan yang timbul berdampak bagi stabilitas sosial-politik dan
pemerintahan Kota Bung Hatta. Karena menurut aturan ketatanegaraan (UU Nomor 2
Tahun 2011 tentang Partai Politik) partai politik adalah satu-satunya
organisasi yang secara khusus mempunyai tugas pokok untuk memanifestasikan
kekuatan sosial ke dalam kekuasaan politik. Dan menurut Miriam Budiarjo ilmuan
politik yang bukunya selalu dipakai sebagai pegangan wajib belajar pengantar
ilmu politik sendiri telah berpesan untuk memperoleh kekuasaan politik dan
merebut kedudukan politik dengan cara konstitusional untuk melaksanakan
kebijaksanaan mereka," tutup alumni Universitas Indonesia ini.(*)
Komentar
Posting Komentar