Membela Nasabah yang Rumahnya akan Disita Salah Satu Bank Plat Merah Kota Bukittinggi
Membela Nasabah yang Rumahnya akan Disita Salah Satu Bank Plat Merah Kota Bukittinggi
Oleh: Riyan Permana Putra, S.H., M.H.
Oleh: Riyan Permana Putra, S.H., M.H.
Jika ada nasabah yang melakukan Kredit Pemilikan
Rumah (KPR) lalu menerima Surat Peringatan III dari Bank dimana ia mengambil KPR
karena ia telah menunggak pembayaran cicilan pinjaman kredit rumahnya. Hal yang pertama yang harus diketahui nasabah yang
mengajukan KPR adalah KPR merupakan hutang yang dijaminkan dengan Hak Tanggungan.
Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok
Agraria jo. Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas
Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah bahwa Hak Milik, Hak Guna
Bangunan, Hak Guna Usaha dan Hak Pakai bisa dijadikan jaminan atas utang dengan
dibebani Hak Tanggungan.
Lalu apabila nasabah KPR tidak membayar angsuran pinjaman
dan menunggak, maka Bank dapat mengeksekusi jaminan tersebut, hal ini tertulis
pada pasal 20 ayat (1) Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
Atas Tanah:
“Apabila debitur
cidera janji, maka berdasarkan: Hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk
menjual obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau Titel
eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 ayat (2), obyek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum
menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk
pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahulu dari pada
kreditor-kreditor lainnya.”
Itu berarti, bila nasabah KPR tetap tidak menyelesaikan
tunggakannya maka hukuman terburuk yang akan diterimanya adalah rumahnya akan
disita oleh pihak Bank. Nabasah KPR harus kita bantu untuk menimbang-nimbang. Apakah
ia harus mendatangi Bank lalu menjelaskan duduk perkaranya dan mencari jalan
keluar terbaik? Atau langsung menyerah dan membiarkan Bank menyita rumahnya.
Bila Bank menyita rumahnya, apa yang harus ia lakukan?
Ada beberapa langkah yang dapat nasabah yang rumahnya akan
disita salah satu Bank Plat Merah di Kota Bukittinggi :
Pertama, Ia Membiarkan saja Bank Menyita Rumah KPRnya:
Sesuai dengan Pasal 6 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah,
Jika rumah nasabah KPR terjual melalui proses lelang dengan nominal yang
jumlahnya melebihi jumlah hutangnya, maka nasabah KPR tersebut berhak atas sisa
penjualan tersebut.
Kedua, Melakukan Over Kredit
Over Kredit berarti nasabah KPR memindahkan Bank dimana ia
selama ini melakukan KPR ke Bank lainnya untuk mendapatkan plafond yang lebih besar. Dengan cara ini Bank yang nasabah KPR
tuju akan membayar kepada Bank yang lama dan nasabah KPR bisa meneruskan
cicilannya di Bank yang Baru. Namun proses ini memiliki kekurangan seperti
lamanya proses pengeluaran sertifikat dari Bank lama, dan biaya over kredit
yang tidak sedikit. Karena harus membayar biaya pelunasan dipercepat, juga
harus membayar biaya pengurusan over kredit yang biasanya terdiri biaya
notaris, appraisal jaminan, legal dan
surat menyurat lainnya.
Ketiga, Memiliki Itikad Baik Untuk Menyelesaikan
Permasalahan KPRnya
Jika demikian, Nasabah KPR tersebut harus segera
menyelesaikan masalah KPR ini dan menegosiasikan ulang masalah KPRnya tersebut
dengan pihak perbankan. Caranya adalah dengan menunjukkan itikad baik datang ke
Bank terkait dan meminta saran dari pihak Bank untuk melakukan penjadwalan
kembali (rescheduling) pembayaran hutangnya.
Atau dengan meminta kebijakan dari pihak Bank untuk merestrukturisasi kredit
tersebut menjadi pinjaman dengan jumlah angsuran bulanan yang nominalnya lebih
kecil atau lebih ringan dengan cara memperpanjang masa pembayaran atau tenor
pinjaman.
Jika cara ini berhasil, maka nasabah KPR disalah satu Bank
Plat Merah di Kota Bukittinggi tersebut tetap dapat melanjutkan kredit
pemilikan rumah dan tetap dapat tinggal di rumah yang telah dikreditnya
tersebut. Namun nasabah KPR itu harus meningkatkan kewaspadaannya untuk
membayar angsuran pinjamannya secara tepat waktu agar ia bisa memperbaiki
reputasinya sebagai debitur yang dicatat dalam BI Checking.
Keempat, Jika Bank Plat Merah melakukan maladministrasi
dalam prosedur penyitaan rumah KPR bisa dilaporkan ke Ombudsman Sumatera Barat
Di dalam Pasal 6 UU Ombudsman dijelaskan Fungsi Ombudsman
mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik oleh penyelenggara negara,
pemerintah pusat/daerah, BUMN, BUMD, BHMN, swasta atau perseorangan yang diberi
tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu. Lalu di Pasal 7 UU Ombudsman
menjelaskan setiap warga negara Indonesia atau penduduk berhak menyampaikan
laporan kepada Ombudsman tanpa dipungut biaya atau imbalan dalam bentuk apa
pun.
Selain datang langsung ke Kantor Ombudsman RI atau
Perwakilan Ombudsman RI di Sumatera Barat, dugaan maladministrasi dapat
disampaikan di Jl. Sawahan No. 58, Kel. Sawahan Timur, Kec. Padang Timur, Kota
Padang Telpon : (0751) 892521 Fax : (0751) 892521 Hotline: 08116656137 Email
pengaduan : pengaduan.sumbar@ombudsman.go.id.
Sisi lain Kredit
Macet Bank
Bahwa adanya kredit macet, sebenarnya menjadi masalah besar
bagi kesehatan bank. Apalagi sampai
melelang aset atau jaminan, bank dinyatakan sakit, jika melelang
jaminan. Ratio Non Performing Loan (NPL) akan semakin meningkat jika
banyak kredit macet. Dan itu termasuk yang ditakuti bank. Bahkan bagi assesor
bank, NPL merupakan salah satu cara untuk menilai fungsi bank tersebut bekerja
baik atau tidak.
Ketika terjadi kredit macet, semua karyawan bank dalam
ancaman. Mulai dari manajemennya, sampai kolektor. Promosi jabatan mereka
sangat dipengaruhi penilaian BI. Ketika bank ini berpenyakit, ini menjadi
kendala mereka untuk naik jabatan. Dan yang lebih ditakutkan lagi, ini
mengancam berkurangnya modal bank.
Marketing kredit (Account Officer – AO) disalahkan, mengapa
debitor semacam ini dikabulkan. Kolektornya disalahkan, mengapa dia tidak bisa
menarik kredit. Managemennya disalahkan, mengapa ratio NPLnya meningkat. Salah
satu penyebab NPL meningkat adalah masalah suku bunga. Salah satu strategi bank
adalah membebaskan suku bunga.
Ada salah satu nasabah yang pernah ditagih oleh kolektor bank
untuk segera melunasi kredit macetnya disalah satu bank. Nasabah meminta agar
beliau hanya membayar pokoknya, dan dihapuskan bunganya. Tapi bank menolak.
Kondisi ini beliau biarkan selama berbulan-bulan. Hingga akhirnya pihak bank
yang menghubungi beliau untuk hanya membayar pokoknya saja. Dan patut disadari, standar bank beda-beda. Sementara tidak
semua nasabah memiliki mental yang sama dalam menghadapi bank.
Bisakah nasabah yang
melakukan kredit macet dipidana?
Masalah pinjam meminjam adalah termasuk lingkup hukum
perdata. Sehingga tidak bisa dibawa ke ranah pidana. Dasar hukumnya diatur
dalam Pasal 19 ayat 2 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, berbunyi:
“2). Tidak seorangpun
atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas
alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang
piutang.”
Selain itu, beberapa putusan pengadilan (Mahkamah Agung)
yang berkekuatan hukum tetap
(Yurisprudensi) juga sudah menegaskan hal yang sama, antara lain:
Putusan MA Nomor Register : 93K/Kr/1969, tertanggal 11 Maret
1970 menyatakan: “Sengketa Hutang-piutang adalah merupakan sengketa perdata.”
Putusan MA Nomor Register : 39K/Pid/1984, tertanggal 13
September 1984 menyatakan: “Hubungan hukum antara terdakwa dan saksi merupakan
hubungan perdata yaitu hubungan jual beli, sehingga tidak dapat ditafsirkan
sebagai perbuatan tindak pidana penipuan.”
Putusan MA Nomor Register : 325K/Pid/1985, tertanggal 8
Oktober 1986 menyatakan: “Sengketa Perdata Tidak dapat dipidanakan.”
Upaya melaporkan nasabah ke Kepolisian (menggunakan jalur
pidana) merupakan upaya yang tidak tepat menurut hukum. Upaya yang bisa
dilakukan adalah mengajukan gugatan wanprestasi atau ingkar janji ke
Pengadilan. Dasar hukumnya Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukm Perdata
(KUHPer), berbunyi:
“Penggantian biaya,
rugi dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai
diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi
perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau
dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah
dilampaukannya.”
Upaya lainnya adalah dapat menuntut kembali, beserta
biaya-biaya yang sudah dikeluarkan untuk mengurus masalah ini, ganti rugi dan
bunga sesuai yang dijanjikan teman Anda tersebut. Dasar Hukumnya Pasal 1244
KUHPerdata berbunyi:
“Debitur harus dihukum
untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga. bila ia tak dapat membuktikan bahwa
tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam
melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga, yang
tak dapat dipertanggungkan kepadanya. walaupun tidak ada itikad buruk
kepadanya.”
Sedang, jalur pidana hanya bisa digunakan jika memang ada
unsur-unsur penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) atau pun unsur pasal tindak pidana lainnya dalam pinjam
meminjam tersebut. Pasal 378 KUHP, berbunyi:
“Barangsiapa dengan
maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,
dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun
rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu
kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam
karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.
Komentar
Posting Komentar