Verifikasi Faktual Kunci Calon Perseorangan, Pengawasan Bawaslu Bukittinggi Kunci Suksesnya Verifikasi Faktual
Verifikasi Faktual Kunci Calon Perseorangan,
Pengawasan
Bawaslu Bukittinggi Kunci Suksesnya Verifikasi Faktual
Oleh
: Riyan Permana Putra, S.H.,M.H.
“Tak ada harta pusaka yang sama berharganya dengan kejujuran.” – Bung Hatta
Kota Bung Hatta, Kota Bukittinggi
kembali menjadi kota yang istimewa di antara kota lainnya, kali ini dalam hal
calon perseorangan. Dari 13 pasang calon perseorangan mendaftar di Pilkada
Sumbar, Bukittinggi terbanyak dengan tiga calon perseorangan. Pasangan
perseorangan yang pertama, yaitu petahana Ramlan Nurmatias bersama wakilnya
Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Bukittinggi Syahrizal.
Pasangan tersebut menyerahkan syarat dukungan sebanyak 21.975 dukungan.
Pasangan ke dua yaitu M Fadhli dan Yon Afrizal yang menyerahkan syarat dukungan sebanyak 8.991 ke KPU Bukittinggi. Selanjutnya pasangan yang ketiga adalah pasangan Martias Tanjung dan Taufik menyerahkan syarat dukungan sebanyak 9.827 dukungan. Syarat dukungan calon perseorangan Pilkada Bukittinggi berjumlah 10 persen dari jumlah daftar pemilih tetap (DPT) atau minimal 8.145.
Pasangan ke dua yaitu M Fadhli dan Yon Afrizal yang menyerahkan syarat dukungan sebanyak 8.991 ke KPU Bukittinggi. Selanjutnya pasangan yang ketiga adalah pasangan Martias Tanjung dan Taufik menyerahkan syarat dukungan sebanyak 9.827 dukungan. Syarat dukungan calon perseorangan Pilkada Bukittinggi berjumlah 10 persen dari jumlah daftar pemilih tetap (DPT) atau minimal 8.145.
Kemunculan Calon Perseorangan
di Bukittinggi harus jadi Pembelajaran bagi Partai Politik
Bertaburnya calon perseorangan di
Bukittinggi, ini menurut Asrinaldi, Pengamat Politik Universitas Andalas karena
lebih hemat uang. Lewat Parpol biasanya ada mahar, survey, sosialiasi atau yang
lainnya. Bagi perseorangan, tentu mereka lebih baik langsung saja ke masyarakat
daripada ke parpol. mekanisme parpol yang berbelit juga menjadi alasan kenapa
banyak muncul calon perorangan, mulai dari pendaftaran, penjaringan dan
keputusan yang berada di pengurus pusat. Selanjutnya, ada kelebihan bertarung
Pilkada lewat jalur perseorangan katanya, yakni bisa langsung melakukan uji publik
terhadap dukungan, karena calon ini mengumpulkan tanda dukungan yang bisa
menjadi modal dukungan yang riil di tengah masyarakat.
Terakhir, Ramlan
Nurmatias menang Pilkada sebelumnya lewat jalur perseorangan. Dia lancar-lancar
saja, tidak ada riak dengan DPRD sehingga calon-calon perseorangan lain pun
bermunculan mengikutinya. Fenomena calon perseorangan ini seharusnya menjadi
pelajaran bagi partai politik, karena calon perseorangan banyak muncul karena
ketidakpastian akan diusung. Mekanisme penetuan peserta Pilkada partai politik
harus dibenahi. Sebab yang memutuskan seorang menjadi calon itu bukan di
tingkat wilayah, tapi di pusat.
Tahapan Pilkada Bukittinggi
Berlanjut
Setelah selesai tahap penyerahan
dukungan, KPU Bukittinggi selanjutnya akan melakukan verifikasi administrasi
dan faktual agar kemudian bakal calon dapat ditentukan memenuhi syarat atau
tidak untuk mendaftarkan diri. KPU Bukittinggi bakal melakukan verifikasi
faktual mulai 27 Juni 2020. Prosedur tersebut sebagai tahapan bagi calon
perseorangan atau independen untuk mengikuti Pilkada 9 Desember 2020.
KPU Bukittinggi kembali melanjutkan tahapan
Pilkada 2020 sebelumnya tahapan Pilkada Bukittinggi sempat berhenti beberapa
bulan akibat pandemi virus corona atau Covid-19. Sehingga pemungutan suara di
270 daerah terdiri dari sembilan provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota akan
digelar pada 9 Desember. Jadwal tersebut bergeser dari jadwal semula 23 September
2020. Setelah penundaan, tahapan pemilihan kembali dilanjutkan. Sekarang KPU Bukittinggi sedang
melalui tahapan verifikasi faktual lapangan Tingkat Kelurahan, lalu pada
tanggal 13 dan 14 Juli dilakukan Rekapitulasi tingkat Kecamatan.Tanggal 20 dan
21 Juli 2020 Rekapitulasi tingkat Kota Bukittinggi dan tanggal 22 dan 23 Juli
2020 Rekapitulasi dukungan untuk Provinsi.
Sebanyak 187 orang Tenaga
Verifikator telah mulai melakukan Verifikasi Faktual lapangan di 24 Kelurahan
yang ada di kota Bukittinggi untuk Dukungan Bakal calon Perseorangan
Gubernur/Wakil Gubernur Sumatera Barat dan Walikota/ Wakil Walikota Bukittinggi.
Faktual Lapangan yang dilakukan 187 tenaga Verifikator itu, terdiri dari 35
orang tenaga Verifikator untuk Verifikasi dukungan bakal calon Gubernur/Wakil
Gubernur dan 152 orang tenaga Verifikator untuk dukungan Bakal calon
Walikota/Wakil Walikota Bukittinggi. Pelaksanaan Verifikasi faktual lapangan
itu juga di monitoring langsung oleh 34
orang Komisioner dan Sekretariat KPU ditambah 15 orang PPK yang ada di Tiga
Kecamatan di Kota Bukittinggi serta didampingi Tim Sukses masing masing Bakal
calon Perseorangan tersebut.
Verifikasi Faktual Calon
Perseorangan Bukittinggi Era Covid-19
Verifikasi faktual calon pasangan
perseorangan yang mulai pada 27 Juni 2020 dengan mengedepankan protokol
kesehatan di masa pandemi Covid-19. Karena sebagaimana diberitakan oleh
padangkita.com telah ada petugas PPS Bukittinggi yang positif Covid-19 yang
mengakibatkan sebanyak 33 orang langsung di-swab.
Berkaca pada gelaran Pemilu 2019
lalu, masalah-masalah bawaan yang seringkali melekat di berbagai perhelatan
pilkada dan pemilu di antaranya kecurangan, kekurangan logistik, masalah daftar
pemilih tetap (DPT), gesekan antar pendukung calon, hingga korban jiwa karena
sistem yang cacat. Di saat solusi dari masalah di atas masih terus dicari, kini
Pilkada Bukittinggi 2020 justru harus dihadapkan dengan masalah baru yakni
wabah virus corona Covid-19.
Pandemi
global Covid-19 membuat banyak negara di seluruh penjuru dunia
memberlakukan status darurat hingga lockdown. Di Inggris, pemilihan
umum lokal bahkan harus ditunda selama satu tahun hingga Mei 2021 mendatang,
menyusul penyebaran wabah COVID-19. Dikutip dari BBC, Jumat (13/03) kemarin,
Downing Street mengumumkan kebijakan itu dengan mengatakan bahwa akan tidak ada
gunanya menggelar pemlihan umum sesuai jadwal bersamaan dengan puncak penyebaran
Covid-19.
Di Sumatera Barat termasuk
Bukittinggi, sejumlah event keramaian sudah ditunda, hingga
penerapan psychal distancing. Lalu, bagaimana nasib gelaran
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Bukittinggi Badunsanak yang nantinya akan
berlangsung. Pilkada Bukittinggi 2020 akan digelar pada 23 September 2020
mendatang. Pilkada ini akan digelar secara serentak di total 270 daerah dengan
rincian sembilan provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Dengan jumlah wilayah
sebanyak itu, persiapan menuju pesta demokrasi besar ini tentu terbilang cukup
terjal karena adanya Covid-19. Petugas akan melakukan verifikasi berkas
dukungan calon pasangan perseorangan dengan menerapkan protokol kesehatan.
Apabila pendukung tidak bersedia ditemui boleh berkomunikasi melalui panggilan
video di tempat pendukung.
Verifikasi Faktual adalah
Kunci Bagi Calon Perseoragan
Verifikasi faktual menjadi kunci
utama untuk dukungan calon perseorangan. Karena verifikasi faktual akan
memastikan setiap pemilik kartu tanda penduduk (KTP) benar-benar menyatakan
dukungannya kepada pasangan calon. Sebanyak apa pun KTP yang dikumpulkan calon
perseorangan tak akan terlalu signifikan. Jadi, tidak berpengaruh berapa pun
jumlah dukungan pasangan calon.
Nantinya menjadi tugas KPU untuk melakukan
analisis administrasi dan verifikasi faktual sensus. Dipastikan akan ada
perbedaan jumlah KTP setelah dilakukan verifikasi faktual. Jika lihat pada
pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta 2012, pasangan calon perseorangan Faisal-Biem
menyampaikan ada 422.939 dukungan KTP pada tahap pertama. Namun, setelah
diverifikasi, jumlahnya menjadi 216.584. Dengan dua kali tahapan, tentu harapan
kita terjadi dukungan murni terhadap siapa pun yang maju melalui jalur
perseorangan.
Waspada Pelanggaran Verifikasi
Faktual Bukittinggi dan Ancaman Pidana untuk Pemungutan Suara (PPS) yang
Melakukan Pelanggaran
Dalam Pasal 48 UU Pilkada ada dua
jenis verifikasi untuk calon
perseorangan. Pertama adalah verifikasi administrasi yang dilakukan KPU
tingkat provinsi/kabupaten/kota dibantu oleh Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK)
dan Panitia Pemungutan Suara (PPS). Kedua, adalah verifikasi faktual
dengan metode sensus dengan menemui langsung setiap pendukung calon yang
menyerahkan KTP-nya. Tujuan KPU Bukittinggi melakukan verifikasi faktual adalah
mengecek kebenaran data pendukung yang disampaikan bakal calon dengan metode
sensus. PPS menemui langsung setiap pendukung dari rumah ke rumah. Jadi ada
tiga hal nanti yang akan kita pastikan yakni memastikan nama, alamat pendukung,
dan kebenaran dukungan.
Potensi pelanggaran verifikasi
faktual di Bukittinggi itu antara lain: 1. Panitia Pemungutan Suara (PPS) tidak
melakukan verifikasi, 2. pendukung membantah memberikan dukungan dan mengisi
pernyataan tidak mendukung, 3. pendukung yang berstatus sebagai penyelenggara
pemilu, 4. pendukung yang berstatus TNI,
Polri, Aparatur Sipil Negara (ASN), dan kepala desa. Verifikasi faktual ini merupakan
tahapan yang rawan dalam pemilu, sebagaimana diungkapkan oleh Bawaslu RI, bahwa
tahapan yang rawan dalam pemilu dan sering terjadi sengketa adalah pada
pencocokan dan penelitian data pemilih, kampanye, pemungutan dan penghitungan
suara.
Dan juga ada beberapa dugaan
pelanggaran dalam proses pencalonan kepala daerah jalur perseorangan: Pertama,
pada saat penyerahan dukungan, bakal pasangan calon perseorangan melewati waktu
yang sudah ditentukan dalam Peraturan KPU Nomor 3 tahun 2017 tentang Pencalonan
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali
Kota dan Wakil Wali Kota yakni pukul 16.00 waktu setempat. Kedua, tim
verifikator dengan lalai menghitung KTP El ganda dan meloloskan tanda tangan
yang 80 persen mirip antara KTP El dengan formulir B1-KWK yang disediakan KPU. Ketiga,
tim verifikator tidak teliti dalam melakukan proses verifikasi administrasi.
Dalam proses verifikasi
administrasi dan faktual tersebut, pengawas pemilu harus berani mencatat dan
memproses jika ada dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh tim verifikator baik
pelanggaran administrasi maupun pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu.
Mengapa harus berani? Karena pengawas pemilu biasanya hanya menegur langsung di
tempat tanpa ada proses lebih lanjut. Setelah proses verifikasi administrasi, KPU melalui
Panitia Pemungutan Suara (PPS) akan melakukan verifikasi faktual KTP El yang telah diserahkan.
Verifikasi faktual tersebut
menggunakan metode sensus (mendatangi dari rumah ke rumah). Dikarenakan jumlah
dukungan para bakal pasangan calon perseorangan mencapai ratusan ribu atau
jutaan, maka sebelum dilakukan sensus, KPU terlebih dahulu meminta Liaison
Officer (LO) untuk mengambil secara acak amplop yang berisi nomor
(genap/ganjil). Jika sudah diambil maka KPU akan melakukan verifikasi faktual
(setiap kabupaten/kota atau kecamatan 10 sampel) berdasarkan nomor tersebut
tanpa sepengetahuan LO dan pengawas pemilu. KPU baru melibatkan pengawas saat
PPS melakukan verfak. Dalam proses tersebut seharusnya KPU memberitahu pengawas
pemilu, siapa saja yang akan didatangi, karena potensi KPU terjadi conflict
of interest dengan LO sangatlah besar, mengingat sulitnya melewati proses
verifikasi faktual.
Sebagaimana Bung Hatta berbicara
kepada kita: “Tak ada harta pusaka yang sama berharganya dengan kejujuran.”
Kita berharap PPS tak melakukan pelanggaran. PPS dinyatakan melakukan
pelanggaran apabila tidak melakukan verifikasi. Sebab, pelaksanaan verifikasi
faktual disebutkan secara eksplisit dalam undang-undang dan sanksinya sampai
ancaman pidana. PPS dapat diduga melakukan pelanggaran etika, dan bisa
dikenakan pidana Pasal 185B Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota yang diancam pidana dengan pidana penjara paling
singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan
dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan
paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
Bawaslu Bukittinggi Kunci
Verifikasi Faktual
Dalam PKPU Nomor 15 tahun 2019
tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah
tahun 2020 dijelaskan perihal jumlah syarat minimal dukungan dan persebaran
pasangan calon perseorangan pada Pilkada 2020 berdasarkan rekapitulasi Daftar
Pemilih Tetap (DPT) Pemilihan Umum atau pemilihan terakhir. Dan juga berdasarkan Pasal 41 ayat (1) dan
(2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas
Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati,
dan Wali Kota bagi bakal pasangan calon Gubernur-Wakil Gubernur yang
menggunakan jalur perseorangan harus mengumpulkan dukungan minimal 10 persen
jika DPT mencapai 2 juta jiwa; 8,5 persen untuk DPT antara 2-6 juta jiwa; 7,5
persen untuk DPT mencapai 6 juta-12 juta jiwa; 6,5 persen untuk DPT di atas 12
juta jiwa.
Sedangkan untuk bakal pasangan calon Bupati-Wakil Bupati dan Wali
Kota-Wakil Wali Kota yaitu 10 persen untuk jumlah DPT sampai dengan 250 ribu
jiwa; 8,5 persen untuk jumlah DPT antara 250-500 ribu jiwa; 7,5 persen untuk
jumlah DPT antara 500-1 juta jiwa;dan 6,5 persen untuk jumlah DPT di atas 1
juta jiwa.
Pada umumnya, para bakal pasangan
calon perseorangan akan menyerahkan dukungannya melebihi ketentuan. Hal
tersebut dilakukan agar tim verifikator KPU tidak teliti dalam melakukan
verifikasi. Oleh karena itu, dibutuhkan kerja sama antara pengawas pemilu
dengan tim verifikator. Namun, ada juga bakal calon yang menyerahkan jumlah
dukungannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Kinerja pengawas pemilu dalam
memastikan validitas syarat dukungan calon perseorangan pada proses verifikasi
administrasi dan verifikasi faktual sangatlah menjadi kunci. Pasalnya, publik
tidak dapat secara langsung mengawasi. Hanya pengawas pemilu yang diberikan
amanat oleh undang-undang untuk mengawasi prosesi tersebut secara melekat. Dan
sebagai bentuk tanggung jawab kepada publik, seharusnya pengawas pemilu mempublikasikan
bagaimana mereka melakukan pengawasan proses verifikasi administrasi dan verifikasi
faktual. Kemudian, alat kerja apa yang digunakan. Hal tersebut perlu diketahui
agar publik dapat mengukur seberapa berhasilnya pengawas pemilu melakukan
pengawasan.
Hendaknya selama tahapan
berlangsung, Bawaslu Bukittinggi juga mengantisipasi sejumlah potensi
pelanggaran yang mungkin terjadi. Karena berdasarkan UU No. 7 Tahun 2017
tentang Pemilu, Bawaslu punya kewenangan. Selain pengawasan terhadap
penyelenggara pemilu, Bawaslu bertugas menyelesaikan sengketa pemilu. Pasal 93 huruf
b UU Pemilu menyebutkan, tugas Bawaslu adalah melakukan pencegahan dan
penindakan terhadap (i) pelanggaran Pemilu; dan (ii) sengketa proses Pemilu.
Kinerja Bawaslu dan petugas pemilu ini adalah tugas mulia untuk menegakkan
kedaulatan rakyat, apalagi mereka akan menjadi pahlawan pemilu di era Covid-19
sebagaimana diungkapkan oleh Bung Hatta dalam tulisannya: “Menegakkan
kedaulatan rakyat adalah ‘mendidik rakyat’ supaya tahu berpikir, supaya tidak
lagi membebek di belakang pemimpin-pemimpin. Supaya keinsafan rakyat akan hak
dan harga diri bertambah kuat dan pengetahuannya tentang hal politik, hukum dan
pemerintahan bertambah luas.”
Komentar
Posting Komentar