Riyan : Masyarakat NTT dapat Mengajukan Keberatan Jika Pengembangan Taman Nasional Komodo Mengancam Konservasi
Riyan : Masyarakat NTT dapat Mengajukan Keberatan Jika Pengembangan Taman Nasional Komodo Mengancam Konservasi
Masyarakat dunia maya, diributkan dengan foto komodo berhadapan dengan truk di Pulau Rinca dan viral di dunia maya. Pulau Rinca memang sedang membangun infrastruktur ala Jurassic Park. Dengan adanya pembangunan di sana maka memang ada aktifitas hilir mudik truk proyek di lokasi itu. Pulau Rinca menjadi salah satu pulau di Kawasan Taman Nasional Komodo (TNK), Nusa Tenggara Timur (NTT). TNK, yang merupakan Kawasan Labuan Bajo telah ditetapkan menjadi salah satu destinasi Wisata Super Prioritas yang ditetapkan melalui surat Sekretariat Kabinet Nomor B652/Seskab/Maritim/2015 tentang arahan Presiden Republik Indonesia mengenai Pariwisata.
Pembentukannya TNK bertujuan untuk menyelamatkan komodo dari
ancaman kepunahan karena hanya di tempat itulah habitat asli komodo ditemukan.
Namun kini, kian lama ekosistem di TNK kian memprihatinkan, keberlangsungan
hidup situs warisan dunia UNESCO itu jadi terancam seiring rusaknya rantai makanan karena banyaknya perburuan rusa. Oleh karena itu, jika awalnya TNK dibentuk
sebagai wilayah pelestarian, sekarang alhamdulillah TNK juga sudah terpilih menjadi New 7 Wonder of Nature pada tahun
2012.
Pemerintah ingin melakukan terobosan pariwisata, dengan menerbitkan konsesi pengembangan TNK menjadi objek wisata
premium. Namun ada penolakan dari berbagai organisasi masyarakat sipil, mereka menolak rencana ekowisata ala jurassic park tersebut. Bagi mereka yang
kontra, perkembangan pembangunan TNK menjadi wisata premium dianggap telah memprivatisasi ekowisata komodo dan merusak
habibat dengan betonisasi pulau. Penolakan kelompok masyarakat berlangsung sejak
2018. Gerakan penyelamatan komodo lewat demonstrasi telah berlangsung empat
kali. Aksi jalanan tahun ini terhenti karena pandemi corona. Namun, pembangunan
taman nasional tetap diberlanjut. Dan polemik ini kembali viral seiring viralnya foto komodo menghadang truk.
Solusi Polemik Pengembangan Taman Nasional Komodo
Jalan tengah dari adanya polemik penolakan masyarakat di tengah perselisihan
pengembangan TNK menurut penulis bisa dengan solusi pengembangan TNK menjadi
wisata premium dengan tetap berpegang pada semangat konsesi yang diseimbangan dengan
adanya semangat konservasi diperkuat dengan adanya pelibatan aspirasi publik dalam mengambil keputusan. Dengan melihat pula aspek pengelolaan TNK dengan
mengacu pada keseimbangan tiga fungsi secara terkait, yaitu ekologis, sosial,
dan ekonomi.
Jika kita lihat perkembangan, pemerintah masih lebih condong
kepada fungsi ekonomi dalam pengelolaan TNK, makanya pemerintah tetap bersikera melakukan pembangunan wisata premium. Meski mendapatkan penolakan dari masyarakat. Tindakan yang hanya berpihak kepada kepentingan ekonomi ini terlihat dari adanya cacat dalam perkembangan pembangunan wisata premium ini, karena
Walhi NTT sebagai penilai Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) Provinsi NTT tak
dilibatkan. Padahal, Walhi NTT mendapatkan mandat dan Surat Keputusan (SK)
Gubernur untuk menilai AMDAL seluruh kegiatan pembangunan di wilayah Provinsi
NTT. Sedangkan sebagian kelompok pecinta lingkungan minta fungsi ekologis yang
diutamakan. Sulit untuk menyeimbangkan ketiga fungsi tersebut dalam satu waktu
yang bersamaan.
Prinsip kelestarian TNK, menurut penulis harus diindikasikan
kepada tiga fungsi pokok yang saling terkait, yaitu: Pertama, fungsi ekologis, sebagai suatu sistem penyangga kehidupan
antara lain merupakan pengatur tata air untuk menghindari dari kekeringan
habitat, menjaga habitat agar tidak rusak, mencegah kerusakan rantai makanan
komodo, dengan menjaga keseimbangan siklus makanan serta terawatnya
keanekaragaman hayati dan ekosistemnya,
Kedua, fungsi
ekonomis, sebagai sumber yang menghasilkan pendapatan wisata yang cukup besar. Dalam
pembangunan ala Jurassic Park di TNK pemerintah harus hati-hati karena jika salah-salah,
kebijakan itu malah berimbas pada kehidupan ekonomi masyarakat sekitar yang
sebagian besar bergantung pada sektor pariwisata. Data Produk Domestik Bruto
Regional (PDRB) menyatakan sektor akomodasi dan makan minum—sektor yang
berkorelasi kuat dengan penyediaan ekonomi pariwisata—di NTT menyumbang 0,74
persen PDRB, sementara di kabupaten Manggarai Barat menyumbang 0,73 persen
PDRB. Dan Ketiga, fungsi sosial,
sebagai sumber penghidupan dan lapangan kerja serta kesempatan berusaha bagi
sebagian masyarakat terutama yang hidup di sekitar TNK, serta untuk kepentingan
pendidikan dan penelitian demi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Jadi, salah satu saran yang mungkin bisa memberikan
alternatif solusi untuk menyeimbangkan fungsi ekologis, sosial, dan ekonomi
dalam pengelolaan TNK adalah dengan penerapan konsesi dan konservasi. Konsesi
diberikan untuk pengembangan pariwisata di TNK. Salah satu pola baru yang
mungkin bisa memberikan sumbangan dalam pengembangan pembangunan TNK tanpa
merusak TNK dengan pemberian izin dan hak untuk pengembangan kawasan TNK sekaligus
kewajiban untuk menjaga lingkungan TNK yang disebut konsesi konservasi.
Dengan adanya berbagai permasalahan di atas, langkah awal yang harus dilakukan pemerintah adalah memperbaiki konsesi yang diduga cacat hukum dalam penerbitan AMDAL pengembangan TNK. Jangan sampai niat baik pemerintah untuk meraup keuntungan ekonomi lebih besar dari TNK namun diduga melanggar Peraturan Pemerinta Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2012 tentang Keterlibatan Masyarakat Dalam Proses Analisis Dampak Lingkungan Hidup dan Izin Lingkungan. Jika niat baik itu diduga melanggar norma hukum, tentu masyarakat di sekitar TNK bisa mengajukan keberatan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 75 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yaitu warga masyarakat yang dirugikan terhadap Keputusan dan/atau Tindakan dapat mengajukan Upaya Administratif kepada Pejabat Pemerintahan atau Atasan Pejabat yang menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan.(*)
Oleh: Riyan Permana Putra, S.H., M.H. (Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia Kota Bukittinggi)
Komentar
Posting Komentar