Riyan Ungkap Pelanggaran Dalam Proses Pilkada yang Dapat Membatalkan Hasil Pilkada
Riyan Ungkap Pelanggaran Dalam Proses Pilkada yang Dapat Membatalkan Hasil Pilkada
pengacarabukittinggi.blogspot.com , Jakarta - Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kota Bukittinggi, Riyan Permana Putra, S.H., M.H., mengungkapkan pelanggaran dalam proses pilkada yang dapat membatalkan hasil sebuah pilkada.
Riyan mengatakan, jika kita mencermati dengan saksama putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pilkada selama ini, selain pelanggaran dalam bentuk penggelembungan suara, setidaknya ada tiga bentuk pelanggaran dalam proses pilkada yang dapat membatalkan hasilnya, ujarnya di Jakarta pada Senin (5/1).
Pertama, mobilisasi aparat birokasi pemerintahan. Pelanggaran seperti ini pada umumnya dilakukan calon petahana. Kedua, keberpihakan dan kelalaian penyelenggara pemilu terkait syarat calon kepala daerah. Kelalaian itu bisa berbentuk meluluskan calon yang seharusnya menurut undang-undang tidak memenuhi syarat atau mendiskualifikasi calon yang menurut undang-undang seharusnya memenuhi syarat. Dan yang ketiga, pelanggaran politik uang yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif.
Seharusnya menurut Riyan, pilkada ialah bentuk nyata perwujudan demokrasi lokal. Akan tetapi, dalam praktiknya, masih ditemukan fenomena yang merusak citra pilkada bermartabat. Sebagaimana dalam hasil pilkada yang digelar pada 9 Desember ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 16 Desember sampai 26 Desember. Atas penetapan itu, ada pasangan calon yang menerima kekalahan, ada pula yang tidak bisa menerima dengan ragam alasan. Mereka yang tidak terima itulah yang mengajukan gugatan ke MK.
Riyan pun menjelaskan, pendaftaran gugatan ke MK paling lambat 3 hari setelah KPU menetapkan perolehan suara. Sejauh ini sudah 75 pasangan calon yang mendaftarkan gugatan ke MK. Sesuai Peraturan MK Nomor 8 Tahun 2020, batas akhir pengajuan permohonan gugatan ke MK pada 29 Desember.
Gugatan yang paling ditunggu-tunggu saat ini ialah gugatan yang dilayangkan pemantau pilkada di 25 daerah dengan calon tunggal. Sesuai ketentuan Peraturan MK Nomor 6 Tahun 2020, pemantau boleh mengajukan gugatan terkait pilkada dengan calon tunggal.
Terakhir Riyan berharap apa pun putusan akhir MK terkait sengketa pilkada, hendaknya putusan itu tidak hanya menyangkut nasib para kandidat yang berkompetisi. Paling penting ialah putusan MK itu mengembalikan kemurnian kedaulatan rakyat pada saat di bilik suara. Hanya itu cara menjadikan pilkada benar-benar sebagai perwujudan kedaulatan rakyat, bukan kedaulatan mahkamah.(*)
Komentar
Posting Komentar