Kajian Yuridis PPKHI Bukittinggi terhadap Pernikahan VR, Mahasiswi UNP yang Hilang


Kajian Yuridis PPKHI Bukittinggi terhadap Pernikahan VR, Mahasiswi UNP yang Hilang 

Bukittinggi – Setelah isu dilarikan oleh dukun, beredarlah video di media sosial pengakuan mahasiswi Universitas Negeri Padang (UNP) berinisial VR yang sempat hilang selama sepekan. Hilangnya VR ini diduga saat hendak pergi kuliah kerja nyata (KKN) dan dilarikan seorang pria disebut sebagai dukun kampung.  Dalam video berdurasi 1 menit 28 detik itu, tampak mahasiswi berusia 22 tahun tersebut mengenakan hijab dan menyampaikan bahwa kepergiannya dari rumah atas keinginan sendiri. Bahkan upaya itu telah direncanakan sama si pria yang telah beristri dan beranak tiga ini. Mahasiswi ini juga mengaku telah sering bertemu di luar sama si pria tanpa sepengetahuan siapapun. Dan, dirinya telah melangsungkan pernikahan pada 14 Juli 2021 pukul 22.00 WIB.

Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kota Bukittinggi, Riyan Permana Putra, S.H., M.H., menyatakan, “Dari kejadian ini kita dapat mengambil pelajaran dan bersimpati atas masalah yang dihadapi VR. Mari kita tinjau secara yuridis pernikahan VR, mahasiswi UNP yang hilang dari segi hukum positif dan hukum Islam. Pertama berdasarkan kajian yuridis PPKHI Bukittinggi, jika kita lihat secara hukum positif yang berlaku di negara kita, perlu diketahui bahwa menurut Pasal 2 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (dilihat dari hukum positif negara kita), dijelaskan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Kemudian, di dalam Pasal 2 ayat (2) UU Perkawinan disebutkan tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku,” katanya di Bukittinggi pada Kamis, (22/7/2021).

“Dan perlu juga diketahui bahwa syarat-syarat perkawinan, menurut hukum positif negara kita adalah harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai, untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tua/salah satu, bila ternyata orang tua ada yang sudah meninggal atau wali bila ternyata kedua orang tua sudah tidak ada. Jadi jika VR telah berusia lebih dari 21 tahun (yakni 22 tahun) menurut hukum positif kita yang bisa kita lihat pada Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) UU Perkawinan, maka VR tidak wajib untuk mendapat izin orang tua untuk menikah,” tambahnya. 

Yang di atas adalah menurut hukum positif, sedangkan menurut Islam. Dalam Islam agar perkawinan sah rukun-rukun yang harus dipenuhi, yaitu adanya calon suami dan calon isteri, wali nikah, dua orang saksi, dan ijab dan kabul. Bagi calon mempelai yang berumur di bawah 21 tahun, menurut Islam harus mendapatkan izin dari kedua orang tua. Jika salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau tidak mampu untuk menyatakan kehendak, maka izin diperoleh dari orang tua yang masih hidup/mampu menyatakan kehendaknya. 

Apabila kedua orang tua telah meninggal dunia atau tidak mampu menyatakan kehendaknya, izin dimintakan kepada wali, orang yang memelihara atau keluarga yang punya hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas selama mereka masih hidup dan dapat menyatakan kehendaknya.

Berbeda dengan calon mempelai pria, pihak calon mempelai wanita membutuhkan wali nikah sebagai rukun perkawinan Islam. Jika tidak dipenuhi, pernikahan tidak akan sah. Jadi, meskipun anak perempuan telah berumur di atas 21 tahun, menurut Islam ia tetap membutuhkan wali nikah, yaitu wali nasab seperti yang sudah dijelaskan. Apalagi jika masih berumur di bawah 21 tahun, maka harus mendapatkan izin dari orang tua terlebih dahulu. Serta jika belum berumur 19 tahun, orang tua seharusnya memohonkan dispensasi perkawinan.

“Dalam hal ketentuan tersebut tidak dipenuhi, perkawinan dianggap tidak sah menurut Islam. Selanjutnya jika VR yang berumur di atas 21 tahun dan sudah menghadirkan wali nikah, namun perkawinan tidak dicatatkan kepada Pegawai Pencatat Nikah, maka perkawinannya tidak memiliki kekuatan hukum menurut hukum positif,” tutupnya.(*)




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa Bedanya Alfamart, Indomaret dan Niagara?

Kantor Hukum Riyan Permana Putra, S.H., M.H., & Rekan serta Kantor DPC Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kota Bukittinggi Telah Dibuka di Jalan Sutan Sjahrir Kota Bukittinggi

Ketua PPKHI Bukittinggi Apresiasi Keberhasilan Guguk Bulek Juara Kelurahan Berprestasi 2021

Kapatoman, Cafe Millenial Minang

Belajar dari Penangkapan Munarman

Ketua Dewan Pembina DPN PPKHI Apresiasi Keberhasilan Ketua PPKHI Bukittinggi yang Berperan dalam Tim Hukum yang Mengharuskan KPU Melakukan Verifikasi Faktual Ulang Pertama di Indonesia terhadap Bapaslon Independen

Lakatas Gelar Buka Bersama dan Mubes

Riyan: Selamat HUT Kota Bukittinggi ke-236, Tetap Patuhi Perda Adaptasi Kebiasaan Baru dan Bangkitkan Kembali Wisata serta Perdagangan Kota Bukittinggi

Berapa Lama Waktu dan Biaya yang Dibutuhkan saat Mengurus Cerai di Bukittinggi?

Peningkatan Kasus Perceraian saat Covid-19 (Langkah Hukum Menghadapi Perceraian di Bukittinggi)