Terkait Spanduk Turunkan Pemimpin Bukittinggi di Aur Kuning, Riyan Permana Putra Harap Informasi Progres Janji Pemimpin Bukittinggi Menyentuh Grass Root

Terkait Spanduk Turunkan Pemimpin Bukittinggi di Aur Kuning, Riyan Permana Putra Harap Informasi Progres Janji Pemimpin Bukittinggi Menyentuh Grass Root

Bukittinggi – Terkait beredarnya spanduk turunkan pemimpin Bukittinggi di Aur Kuning Bukittinggi, Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kota Bukittinggi, Riyan Permana Putra, S.H.,M.H., menanggapi, “Memang telah cukup lama pilkada usai sejak Desember 2019, namun memang masih terlihat turbulensi atau gejolak dan guncangan di Bukittinggi, spanduk ini adalah salah satu gejolak lanjutan. Dalam spanduk itu jelas ada pertanyaan tentang janji kepada pedagang dan janji berkaitan dengan Perwako 40/41. Sebenarnya sederhana, kalo tidak ingin ada turbulensi di Bukittinggi, pemimpin cuma harus menepati janji. Jangan menjadi king of lip service, kita berharap pemimpin Bukittinggi segera menunaikan janji-janji manis saat kampanye seperti janji pencabutan Perwako 40/41, dan lain-lain. Sehingga program-program yang ditawaran kepada publik saat kampanye tidak menjadi sekedar janji atau "lip service" semata. Kabarkan perkembangan pemenuhan atau progres pemenuhan janji secara musyawarah online dan offline. Mungkin kabar pemenuhan dan progres janji belum menyentuh grass root (masyarakat bawah) seperti pedagang kaki lima, sebagaimana tuntutan di spanduk di Aur Kuning tersebut,” katanya di Bukittinggi pada Rabu, (3/7/2021).

Ketika ditanya apa sanksi yang akan diberikan jika pemimpin ingkar janji?  Riyan menjelaskan, “Berbagai kalangan mengusulkan agar pemimpin seperti itu diimpeachment (dimakzulkan) dan sebaiknya tidak dipilih lagi dalam pemilu berikutanya. Soal pemakzulan seorang pemimpin yang ingkar janji, memang belum dapat dilakukan karena tidak ada landasan hukum. Bahkan Riyan mengungkapkan bahwa mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD pernah mengusulkan agar nantinya ada hukum yang mengatur ingkar janji itu bahkan bisa masuk pada ranah pidana. Namun menurutnya, tindakan tercela dalam hukum ketatanegaraan itu sampai sekarang belum ada formulasinya. Maka dari itu, tidak bisa tindakan tercela seorang pemimpin itu diajukan ke pengadilan. Maka, ke depan harus diatur,” tambahnya.

Namun  ternyata, Riyan mengungkapkan bahwa,  “Soal pemimpin ingkar janji itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa tentang hukum berdosa bagi pemimpin yang tidak menepati janjinya saat kampanye. Menurut kesepakatan ulama MUI dalam acara Ijtima Komisi Fatwa MUI V di Tegal, 7-10 Juni 2015, fatwa ini berlaku bagi pemimpin dan calon pemimpin publik baik itu di legislatif, yudikatif maupun eksekutif. MUI meminta para calon pemimpin tidak mengumbar janji untuk melakukan perbuatan di luar kewenangannya,” pungkasnya.

“Jangankan pemimpin, sebagai orangtua, kita selalu meminta agar anak-anak kita untuk tidak berbohong atau mengingkari janjinya. Semua orangtua pasti kesal jika ada anaknya yang selalu berbicara bohong. Bahkan memberikan hukuman kepada si anak jika terus berbicara bohong dan mengingkari janji. Maka, sangat wajar bila seluruh rakyat memberikan hukuman kepada para pemimpin yang selalu ingkar janji. Agama apapun di Republik ini melarang umatnya melakukan kebohongan, terlebih lagi bagi seorang pemimpin. Hukum Islam menyuruh agar setiap Muslim menepati janji dan melarang mengingkarinya. Soalnya, setiap janji itu akan dimintai pertanggungjawabannya. Terpenting, pemimpin harus menunaikan janjinya saat kampanye demi kemaslahatan umat,” tegasnya.

Dan untuk menekan adanya turbulensi politik di Bukittinggi, Riyan pun berharap bahwa, "Jika memang ternyata ada polemik antara Walikota dan DPRD janganlah sampai berujung impeachment seperti yang pernah dialami Bupati Jember pada 2020 silam, karna mekanisme pemberhentian Walikota sesuai UU No. 9 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah pada pasal 79 ayat (1) yang menyatakan bahwa pemberhentian kepala daerah diberitahukan oleh pimpinan DPRD dalam rapat paripurna dan diusulkan oleh pimpinan DPRD. Berdasar Pasal 149 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, DPRD memiliki hak pengawasan yang dapat berujung kepada impeachment, yaitu hak intepelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Dan dalam negara-negara demokrasi modern terdapat dua substansi terkait pemberhentian kepala pemerintahan, yaitu alasan yang bersifat politik dan yang bersifat hukum," tutup alumni Universitas Indonesia ini.(*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kota Bukittinggi Riyan Permana Putra, S.H., M.H. ajak Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia Bergabung menjadi Anggota Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI)

Lahirnya Tokoh Muda Penuh Integritas dan Idealisme di Kota Bukittinggi

Dr (cand). Riyan Permana Putra, S.H., M.H., Dipercaya menjadi Pengurus DPD Bapera Sumatera Barat

Riyan Ketua PPKHI Bukittinggi Tanggapi Keinginan PSI Sumatera Barat yang Ingin Menjadi Oposisi di Sumatera Barat. Seharusnya Pola Hubungan Kerja Antara Partai Politik di DPRD dengan Pemerintah Daerah dalam Fatsun Demokrasi Indonesia adalah Sejajar, Seirama, dan Selaras

FPII Korwil Bukittinggi - Agam Gelar Buka Bersama dan Konsolidasi

Ketua PPKHI Bukittinggi Ucapkan Selamat Ulang Tahun ke-4 kepada LAKATAS dan Ungkap Peran Penting LAKATAS sebagai Civil Society

Salah Satu Dugaan Epicentrum Masalah Proyek di Jalan Perintis Kemerdekaan Bukittinggi

Perlunya Penguatan Alutista Maritim Pasca Tenggelamnya Kapal Selam Nanggala 402

Riyan Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kota Bukittinggi Tanggapi Penurunan Stok Darah di Kota Bukittinggi dan Tegaskan Ketersediaan Darah Tanggung Jawab Pemerintah Daerah

Pandemi Marakkan Lagi Pinjaman Online, LBH Bukittinggi Buka Posko Pengaduan Korban Pinjaman Online