Riyan Sebut Pendaftaran Kawasan Jalan Minangkabau menjadi Kawasan Cagar Budaya sebagai Salah Satu Solusi Polemik Kanopi
Riyan Sebut Pendaftaran Kawasan Jalan Minangkabau menjadi Kawasan Cagar Budaya sebagai Salah Satu Solusi Polemik Kanopi
Bukittinggi - Perkembangan terbaru polemik Jalan Minangkabau
Bukittinggi menemukan babak baru setelah Penjabat Sekretaris Daerah Kota
Bukittinggi Rismal Hadi, pada Kamis (29/07/2021) meminta masyarakat tidak
merasa risau atau salah penafsiran menyikapi
rencana itu. Ditegaskan, hal tersebut masih berupa rencana sehingga aka nada
tahapan dan prosesnya, tidak langsung dieksekusi. Pemerintah daerah akan
melalui dengan mekanisme sehingga rencana tersebut mendapatkan perhatian dan
dukungan.
Menanggapi adanya polemik pembangunan kanopi di Jalan Minangakabau
ini, Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kota
Bukittinggi, Dr (cand). Riyan Permana Putra, S.H., M.H., menyatakan kajian
diperlukan dalam suatu kegiatan yang direncanakan pemerintah, sebagaimana
aturan yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan merupakan kajian mengenai dampak besar dan
penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang
direncanakan pada Iingkungan. Kajian ini diperlukan untuk proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
“Analisis Mengenai Dampak Lingkungan sendiri merupakan suatu
kajian mengenai dampak positif dan negatif dari suatu rencana kegiatan/proyek, seperti
pembangunan Kanopi di Jalan Minangkabau ini harus segera dikaji pemerintah dan dipakai
pemerintah dalam memutuskan apakah suatu kegiatan/proyek Iayak atau tidak Iayak
Iingkungan. Kajian dampak positif dan negatif tersebut biasanya disusun dengan
mempertimbangkan aspek fisik, kimia, biologi, sosial-ekonomi, sosialbudaya dan
kesehatan masyarakat. Suatu rencana kegiatan dapat dinyatakan tidak Iayak
Iingkungan, jika berdasarkan hasil kajian, dampak negatif yang timbulkannya
tidak dapat ditanggulangi oleh teknologi yang tersedia. Demikian juga, jika
biaya yang diperlukan untuk menanggulangi dampak negatif Iebih besar daripada
manfaat dari dampak positif yang akan ditimbulkan, maka rencana kegiatan
tersebut dinyatakan tidak Iayak Iingkungan,” katanya di Bukittinggi, pada
Minggu, (1/8/2021).
Pengajuan Kawasan Jalan Minangkabau sebagai Kawasan Cagar
Budaya sebagai Solusi Polemik Kanopi Jalan Minangkabau
Selain mengemukanan pentingnya Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan sebagaimana diatur Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, pengacara yang berkantor di Kantor
Pengacara dan Konsultan Hukum Dr (cand). Riyan Permana Putra, S.H., M.H., ini
juga menyatakan seharusnya Kawasan Jalan Minangkabau segera diajukan dan
ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Budaya. Kawasan Cagar Budaya sendiri menurut
Pasal 1 angka 11 Peraturan Walikota Bukittinggi Nomor 2 Tahun 2012 tentang
Pengelolaan Cagar Budaya dan Peninggalan Sejarah di Kota Bukittinggi adalah
satuan ruang geografis yang memiliki dua situs cagar budaya atau lebih yang
letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas. Diperkuat dengan dengan Pasal 5 huruf a UU Cagar Budaya yang menyatakan bahwa
“Dua situs cagar budaya yang terletak tak jauh dari Jalan
Minangkabau Bukittinggi adalah Jam Gadang dan Istana Negara Bung Hatta yang pernah
menjadi pertemuan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri
Abdullah Ahmad Badawi pada tahun 2006 lalu, seharusnya Jalan Minangkabau tak
dilibas pembangunan kota, dan bisa segera direkomendasikan kepada Walikota
hingga Gubernur Sumatera Barat agar ditetapkan menjadi kawasan cagar budaya.
Terkait belum adanya penetapan Kawasan Jalan Minangkabau sebagai Kawasan Cagar
Budaya agar terjaga keasliannya, kami mengusulkan agar segera didaftarkan
sebagai Kawasan Cagar Budaya ini sesuai dengan paradigma baru UU Cagar Budaya
setelah direvisi ke UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar,” ucapnya.
Pemerintah dan Masyarakat Wajib Melindungi Peninggalan
Bersejarah termasuk Jalan Minangkabau
Lalu Riyan melanjutkan penjelasannya tentang peran
pemerintah dan masyarakat dalam perlindungan peninggalan bersejarah, berdasarkan
Pasal 10 ayat 1 Peraturan Walikota Bukittinggi Nomor 2 Tahun 2012 tentang
Pengelolaan Cagar Budaya dan Peninggalan Sejarah menyatakan setiap peninggalan
sejarah , termasuk Kawasan Jalan Minangkabau wajib dilindungi dan dipelihara.
Perlindungan dan pemeliharaan peninggalan sejarah wajib memperhatikan nilai
sejarah dan keaslian bentuk.
“Apalagi menurut Pasal 8 ayat 1 huruf c Peraturan Walikota
Bukittinggi Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Cagar Budaya dan
Peninggalan, Pemerintah Kota Bukittinggi berkewajiban melestarikan, memelihara,
melindungi dan memanfaatkan peninggalan sejarah untuk menumbuhkembangkan
kesadaran dan tanggungjawab masyarakat dalam menyelenggarakan kegiatan
pengelolaan kawasan peninggalan sejarah. Ternyata tak hanya pemerintah kota
yang berkewajiban, dalam dan Pasal 8 ayat 2 Peraturan Walikota Bukittinggi
Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Cagar Budaya dan Peninggalan setiap
masyarakat pun mempunyai kewajiban untuk berperan serta dalam melestarikan peninggalan
bersejarah,” ujarnya.
Cagar Budaya sendiri adalah warisan budaya bersifat
kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar
Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya baik yang berada di darat
dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai
penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan
melalui proes penetapan.
“Sebelum memasuki proses penetapan, untuk menetapkan Kawasan
Jalan Minangkabau sebagai cagar budaya harus didaftarkan terlebih dahulu.
Proses pendaftarannya bisa dengan dua metode, yaitu manual dan daring. Dalam
pendaftaran secara manual, pendaftar datang langsung ke kantor dinas yang
membidangi kebudayaan di kabupaten/kota. Sedangkan pendaftaran melalui daring
(online) dapat dilakukan melalui laman www.cagarbudaya.kemdikbud.go.id,”
sebutnya.
Riyan juga merupakan Kasubid Pemetaan Masalah Pokdar
Kamtibmas Kota Bukittinggi ini juga mengatakan setidaknya ada tiga aspek dalam
pendaftaran cagar budaya, yaitu pendaftar, tim pendaftaran dan objek yang
didaftar. Pendaftar dapat berupa badan usaha berbadan hukum, masyarakat,
kelompok orang, maupun perorangan. Tim pendaftaran adalah tim yang bertugas
menerima dan mengolah data pendaftaran, yang dibentuk oleh kepala dinas yang
membidangi kebudayaan. Sedangkan objek yang didaftar bisa berupa benda,
bangunan, struktur, lokasi, atau satuan ruang geografis.
“Setelah sebuah cagar budaya didaftarkan, tahap selanjutnya
adalah pengkajian oleh tim ahli cagar budaya. Tim ahli cagar budaya adalah
sekelompok ahli pelestarian dari berbagai bidang ilmu yang memiliki sertifikat
kompetensi untuk memberikan rekomendasi penetapan, pemeringkatan dan
penghapusan cagar budaya. Tim ahli cagar budaya berada di tingkat nasional dan
daerah (provinsi dan kabupaten/kota),” ungkapnya.
Pengkajian terhadap cagar budaya yang telah didaftarkan
serta pemberian rekomendasi untuk penetapan cagar budaya dilakukan melalui
sidang tim ahli cagar budaya. Setelah sidang selesai, tim akan mengeluarkan
rekomendasi kepada pemerintah untuk melakukan penetapan cagar budaya. Penetapan
cagar budaya adalah pemberian status Cagar Budaya terhadap benda, bangunan,
struktur, lokasi, atau satuan ruang geografis yang dilakukan oleh pemerintah
pusat atau pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota) berdasarkan rekomendasi
Tim Ahli Cagar Budaya.
"Kajian PPKHI Bukittinggi yang mengusulkan salah satu
solusi mengatasi polemik Kanopi Jalan Minangkabau ini pun kami berikan dalam
rangka memenuhi Pasal 15 ayat 2 huruf a Peraturan Walikota Bukittinggi Nomor 2
Tahun 2012 tentang Pengelolaan Cagar Budaya dan Peninggalan Sejarah yang
menyatakan bahwa peran serta masyarakat dalam pengelolaan peninggalan sejarah
bisa dilakukan dengan memberikan informasi peninggalan sejarah,” tutupnya.(*)
Komentar
Posting Komentar